Jakarta (ANTARA) - Pengamat geopolitik dari Global Future Institute (GFI) Hendrajit menekankan dua syarat yang perlu dijadikan pertimbangan jika Indonesia ingin bergabung dengan organisasi antarpemerintah BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan).

"Untuk menjadi dasar pertimbangan Indonesia gabung BRICS, para pengambil keputusan dan para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri perlu mensyaratkan dua hal," kata dia.

Pertama, mengaktualisasikan dan merevitalisasikan politik luar negeri bebas aktif guna merespons tantangan dan pergeseran tren global yang berlangsung saat ini. Kedua, menjadikan geopolitik sebagai input dalam proses pengambilan keputusan strategis di bidang kebijakan luar negeri.

Hal itu disampaikan Hendrajit dalam presentasinya pada sebuah diskusi kelompok "Bergabungnya Indonesia Dalam BRICS: Peluang dan Tantangan" yang diselenggarakan oleh Indonesia Consulting Group (ICG) di Jakarta pada Jumat (23/2), seperti dikutip oleh keterangan pers dari GFI pada Senin.

Dalam diskusi itu, dia mengatakan dirinya sepakat dengan pendapat narasumber lain bahwa selain merupakan blok kerja sama ekonomi dan perdagangan, BRICS juga berpotensi menjadi aliansi politik dan militer di tengah kian memanasnya konflik global antara AS dan China.

"Sehingga kebijakan luar negeri RI benar-benar bertumpu pada pengenalan secara komprehensif dan mendalam atas kondisi dan kekuatan geografis negeri kita sendiri, baik lokasi geografisnya, kondisi fisik lingkungannya, mana daerah berbasis pertanian, mana daerah pesisir lepas pantai dan pegunungan," kata dia.

Pengenalan secara komprehensif juga perlu dilakukan terhadap keunggulan sumber daya alam masing-masing daerah dan peta kekuatan sumber daya manusianya.

Upaya itu perlu dilakukan karena setiap daerah berbeda karakter masyarakatnya, yang dibentuk oleh kondisi fisik lingkungannya.

Selain mengenali kondisi dan kekuatan geografis Indonesia, para pemangku kepentingan juga perlu mengetahui dan memahami secara strategis konstelasi geografis dunia, bukan hanya dalam politik dan ekonomi global, tetapi juga tren perubahan perkembangan sosial budaya, kata Hendrajit.

"Bahkan tren inilah yang kerap menyebabkan peristiwa tak terduga dan tak bisa diprediksi sebelumnya," kata dia.

Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya telaah geopolitik sebagai input untuk memutuskan apakah Indonesia bergabung dengan BRICS agar sejalan dengan politik luar negeri bebas aktif, yang mengutamakan kepentingan nasional Indonesia.

Dia menambahkan bahwa keberhasilan Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 dan Gerakan Nonblok Beograd 1961 harus menjadi pedoman dalam merespons tantangan global, sehingga bergabungnya Indonesia ke BRICS menjadi momentum untuk kembali menjadi pemain sentral di arena global maupun regional.

"Dengan demikian, bergabungnya Indonesia sebagai anggota baru BRICS justru akan semakin meningkatkan pamornya di kalangan negara-negara ASEAN, yang notabene merupakan negara-negara yang sekawasan dengan Indonesia, Asia Tenggara," kata Hendrajit.

Keanggotaan di BRICS memungkinkan Indonesia memainkan kekuatan penyeimbang di tengah meningkatnya konflik global di berbagai kawasan seperti AS dan Uni Eropa versus China dan Rusia.

"Pada intinya, politik luar negeri bebas-aktif itu bukan 'neither nor'. Bukan tidak ke sini atau tidak ke sana. Bebas aktif itu 'either or', artinya bisa ke sini juga bisa ke sana, namun atas dasar skema dan strategi nasional kita sendiri," kata dia.

Hendrajit menilai politik luar negeri bebas aktif perlu menjadi gerakan yang proaktif dan menjadi kebijakan yang konstruktif. Sebagai sebuah gerakan, politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif Indonesia harus mengetahui kondisi dan konstelasi global sehingga memiliki visi dan misi.

"Kebijakan strategis bidang luar negeri yang konstruktif dengan sendirinya akan mampu menggambarkan secara imajinatif seperti apa peran unik dan khas Indonesia di arena global maupun regional sesuai kekuatan geografi kita. Tak terkecuali dalam menetapkan peran aktif dalam BRICS pada 2024 mendatang," pungkasnya.

Baca juga: China: BRICS pembawa kebaikan bagi hubungan internasional
Baca juga: Menlu sebut Indonesia masih kaji keuntungan gabung BRICS

Pewarta: Katriana
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024