Mataram (ANTARA) - Angin bertiup semilir menyapa Pantai Ampenan di sebuah teluk Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Daun-daun pohon kelapa tampak melambai-lambai menyambut senja tiba. Pancaran lampu mulai menghiasi "Kota Tua" Ampenan yang menyimpan banyak benda cagar budaya bersejarah.

Ampenan merupakan salah satu kecamatan di Ibu Kota Provinsi NTB, Mataram. Daerah ini dahulunya merupakan pusat kota dan pelabuhan utama di Pulau Lombok.

Terdapat sejumlah peninggalan yang menguatkan bahwa Ampenan merupakan kota tua, seperti bangunan-bangunan kuno yang konon dulu pada masa kolonialisme Belanda merupakan pergudangan.

Selain itu, di kawasan ini terdapat banyak kampung yang merupakan wujud dari adanya interaksi daerah ini dengan dunia luar, di antaranya Kampung Jawa, Kampung Tionghoa, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Banjar, Kampung Bajo, Kampung Arab, dan Kampung Bali.

Menurut sebuah literatur, perkembangan "Kota Bandar" Ampenan dimulai sejak tahun 1741, ketika Kerajaan Karang Asem, Bali, menguasai daerah ini.

Seorang wakil Kerajaan Karang Asem, I Gusti Wayan Taga, yang tinggal di Tanjung Karang, tidak jauh dari Pantai Ampenan, mulai membangun pelabuhan di daerah ini. Hubungan dagang dengan beberapa wilayah di Nusantara dan luar negeri pun akhirnya dibuka.

Hasil-hasil pertanian dari Lombok yang diekspor melalui Pelabuhan Ampenan di antaranya berupa beras, kapas dan kacang hijau. Sedangkan barang impor yang masuk melalui pelabuhan ini seperti besi, timah hitam, emas, sutera, kain-kain dan lainnya.


Berkembang pesat

Kota Mataram merupakan Ibu Kota Provinsi NTB yang memiliki dua wilayah pulau besar, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

Kota itu kini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bangunan-bangunan megah dan modern seperti gedung-gedung perkantoran, fasilitas pendidikan, rumah makan, hotel, hingga pusat-pusat perbelanjaan, telah berdiri di berbagai sudut kota.

Namun demikian, di bagian barat wilayah Kota Mataram, mulai dari Jembatan Ampenan menuju ke Jalan Pabean hingga ke Pantai Ampenan yang kini dikenal sebagai Pantai Boom, masih kental dengan suasana masa lampau.

Memasuki kawasan ini dari Jembatan Ampenan, akan terlihat bangunan-bangunan tua yang masih kokoh berdiri, kendati rata-rata kondisinya kurang terawat.

Kawasan tersebut menjadi saksi bisu atas kejayaan kawasan Ampenan ketika Pelabuhan Ampenan masih beroperasi sebelum dipindah ke Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, sekitar tahun 1977.

Kota Tua Ampenan memiliki ratusan bangunan berarsitek Belanda yang menjadi cagar budaya. Bangunan yang berada di tepian jalan raya yang menghubungkan Kota Mataram dengan kawasan wisata Senggigi itu kini dalam kondisi rusak, tidak terawat, dan tidak berpenghuni.

Kota Tua Ampenan yang menjadi salah satu dari 43 kota di Indonesia yang ditetapkan sebagai Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) ini, dibangun kembali pada 1926 oleh Belanda. Ampenan menjadi kota pelabuhan tempat singgah berbagai suku bangsa.

Pada zaman kolonial Belanda, Ampenan mengulangi masa keemasanya. Berbagai komoditas penting dari wilayah ini seperti padi, ternak sapi dan kuda dikirim ke luar daerah, bahkan diekspor ke Hongkong, Singapura, dan Eropa. Pemberangkatan jamaah haji yang sebelumnya di Labuhan Haji, Lombok Timur, mulai berpindah dan dilaksanakan dari pelabuhan ini.

Dengan potensi tersebut, Pemerintah Kota Mataram bertekad membangun kawasan Ampenan menjadi sebuah destinasi wisata kota tua dengan melakukan penataan-penataan kawasan, seperti pengecatan tanpa mengubah bentuk asli serta menambah fasilitas penerangan jalan umum berarsitektur klasik.

Sejumlah bangunan tua di Jalan Niaga juga sudah ditata menjadi sebuah ruang kreatif dikemas dalam sebuah kegiatan "Ampenan Huis" yang dapat digunakan untuk para pelaku seni dan budaya untuk menampilkan hasil karya terbaiknya setiap akhir pekan.

Di sekitar areal Ampenan Huis juga dimanfaatkan untuk berdagang oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) guna menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar.

Terkait dengan itu, untuk mendukung terwujudnya destinasi wisata Kota Tua Ampenan, Pemerintah Kota Mataram, juga akan membeli bangunan tua bekas Bank Pemerintah Belanda (Nederlandsch Indische Handelsbank) yang ada di areal bekas Pelabuhan Ampenan.

"Kita sudah siapkan anggaran untuk membeli bangunan tua itu," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram Lalu Alwan Basri. Bangunan tua bekas Bank Belanda tersebut dibeli guna menyelamatkan cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Pembelian gedung itu saat ini dalam tahap penaksiran harga.

Bangunan dan lahan bekas Bank Netherland tersebut kini sudah menjadi milik pribadi dan pemiliknya saat ini tinggal di Belanda. Ada keluarganya yang masih tinggal di Mataram dan siap menjadi penghubung.

Setelah bangunan bekas Bank Belanda menjadi milik Pemerintah Kota Mataram, maka akan dilakukan penataan kembali guna disiapkan menjadi sebuah museum untuk mempertahan nilai sejarah serta menjadi warisan dan wadah edukasi bagi para generasi mendatang.

Ke depan museum itu akan diisi dengan berbagai benda sejarah berkaitan dengan Pelabuhan Ampenan serta kegiatan sosial masyarakat tempo dulu di daerah ini.

Untuk merealisasikan museum di Kota Tua Ampenan, pemerintah kota telah menyiapkan konsep bahwa keberadaan Museum Kota Tua Ampenan bisa terintegrasi dengan Kota Tua Ampenan yang menjadi salah satu dari 43 kota di Indonesia yang ditetapkan JKPI, demikian Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024