Di sekolah upacara, di kantor-kantor upacara. Namun, ya baru sebatas upacara. Upacara itu belum apa-apa. Masih ambang cara, belum sampai tata cara, apalagi cara kerja,"

Semarang (ANTARA News) - Budayawan Damardjati Supadjar menilai pemahaman Pancasila selama ini masih sebatas pada upacara sebagaimana yang dilakukan setiap peringatan Hari Kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober.

"Di sekolah upacara, di kantor-kantor upacara. Namun, ya baru sebatas upacara. Upacara itu belum apa-apa. Masih ambang cara, belum sampai tata cara, apalagi cara kerja," katanya saat dihubungi dari Semarang, Senin.

Guru Besar Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu mengatakan pemahaman sebatas upacara itu bisa dikatakan tingkatan paling dasar dan belum sampai pada penanaman, apalagi implementasinya.

Menurut Damardjati, kesaktian sebenarnya merupakan istilah yang luar biasa yang dipilih untuk mengingatkan kepada Pancasila, mengingat makna kata tersebut melebihi makna kebenaran, keindahan, dan kebaikan.

"Kesaktian itu di atas kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Kalau bisa diistilahkan dalam agama sebenarnya seperti makna kata mukjizat. Namun, tetap saja banyak yang belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," katanya.

Pancasila, kata dia, setiap tahun selalu diperingati kesaktiannya, tetapi banyak yang justru melupakan nilai-nilai Pancasila, termasuk para pejabat masih saja ada yang berperilaku korup dan menyimpang.

"Kenapa kok masih saja ada korupsi dan perilaku-perilaku lain yang tidak sesuai dengan Pancasila? Ini karena komitmen lahir dan batinnya tidak bulat. Hanya sebatas wacana, bisa dibilang munafik," katanya.

Karena itu, kata dia, tidak heran sampai sekarang ini masih banyak pejabat yang melakukan korupsi dan penyelewengan, padahal seharusnya mereka memberikan contoh yang baik kepada yang di bawah, yakni masyarakat.

"Manusia, seharusnya bisa meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia. Dunia ini ibarat `aling-aling` (penutup, red.). Kalau manusia masih `kadonyan` (mementingkan dunia), rebutan `aling-aling`, sama saja maling," katanya.

Damardjati yang juga penasehat spiritual Sultan Hamengku Buwono X itu mengajak bangsa Indonesia untuk memaknai nilai-nilai Pancasila secara mendalam dengan mengolah nilai kebatinan, bukan sekadar dalam wacana.

"Manusia harus mampu mengolah nilai-nilai. `Man behind the gun`, yang menentukan siapa? `Man` yakni manusia. Tetapi, yang lebih penting dan menentukan adalah `main`. `Main` ini nilai-nilai batin," kata Damardjati.

(KR-ZLS/S025)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013