Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mendorong praktisi hubungan masyarakat Pemerintah atau Government Public Relations (GPR) untuk membangun strategi komunikasi yang selaras dengan disrupsi teknologi.
"Kita menghadapi disrupsi teknologi dan peran platform media sosial yang begitu meningkat. Itu mengubah cara kerja kita dalam membangun strategi komunikasi. Jadi strategi public relations kita pun itu harus melihat lanskap baru ini," ujar dia dalam rilis pers, Jumat.
Hal itu dikatakannya dalam acara GPR Conference: Layakkah Humas Berada di Eselon 1? di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (22/2).
Nezar mengatakan di era disrupsi teknologi, sumber informasi tidak lagi dimonopoli satu sumber media.
Baca juga: Wamenkominfo tekankan pentingnya berpikir kritis hadapi hoaks dari AI
Baca juga: Wamenkominfo: Keterampilan digital dasar wajib dimiliki mahasiswa
Menurut dia masyarakat bisa mengakses informasi dari berbagai sumber media dan menjadi konsumen sekaligus produsen informasi.
Bahkan saat ini, kata dia, banyak isu yang berkembang di media sosial memiliki dampak besar terhadap lembaga atau organisasi.
"Media sosial yang bisa menjatuhkan dan bisa menaikkan harga saham, media sosial juga yang bisa membuat satu perusahaan tutup," tuturnya.
Menurutnya, saat ini ada banyak risiko yang dihadapi oleh perusahaan atau organisasi. Bukan hanya risiko operasi, keuangan, atau sosial, namun juga risiko politik.
Dia mengatakan risiko politik tersebut menjadi salah satu unsur yang sangat penting dan menentukan. Terlebih saat ini risiko politik tidak hanya dimonopoli oleh negara.
Oleh karena itu, Wamen Nezar menekankan agar praktisi humas pemerintah dapat mengelola kepercayaan masyarakat dengan menerapkan strategi komunikasi yang baik.
"Sekarang strateginya untuk membangun satu persepsi, kita harus punya satuan-satuan khusus di media sosial, untuk bagaimana membangun ataupun mengatasi kekacauan informasi yang terjadi di media sosial," ucapnya.
Nezar mencontohkan tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Tahun 2022 yang relatif tidak menimbulkan gejolak di masyarakat dibandingkan pada Tahun 2013.
Menurutnya, hal itu terjadi karena masyarakat sudah lebih memahami alasan harga BBM harus naik.
"Dengan satu strategi komunikasi yang dibuat, masyarakat lebih paham, kenapa harga BBM itu naik," katanya.
Lebih lanjut Nezar mengingatkan agar praktisi humas pemerintah untuk adaptif, inovatif, dan mampu memprediksi berbagai kemungkinan dalam menghadapi dinamika teknologi dan informasi yang terjadi.
Nezar menyatakan saat ini humas tidak hanya berhadapan dengan media arus utama yang biasanya dikaitkan dengan kemasan berita atau siaran pers. Keberadaan media sosial menjadikan fenomena deep mediatization terjadi.
Menurutnya, fenomena ini dapat digambarkan sebagai situasi media arus utama yang masih memakai nilai berita tradisional. Sementara, di media sosial, apapun bisa memiliki nilai berita, memainkan sentimen, dan menjadikan isu yang remeh-temeh menjadi viral.
“Deep mediatization ini melahirkan satu kultur yang berbeda. Cara kita menyerap informasi berbeda. Nah, karena itu kerja dan strategi PR kita harus menyesuaikan dengan ini,” tegasnya.
Digitalisasi juga menjadikan masyarakat bukan sebagai pengguna media yang loyal. Wamenkominfo menyatakan saat ini, setiap orang tidak hanya membaca satu media, namun pada saat bersamaan juga membaca lima atau tujuh media lain.
Dia menekankan salah satu tantangan yang dihadapi praktisi humas pemerintah berkaitan dengan sumber informasi di masyarakat yang tidak terjamin kebenarannya terutama dari platform media sosial.
Dia menilai fenomena ini membutuhkan humas pemerintah yang mampu merespons situasi dinamis yang terjadi dalam dunia komunikasi.
"GPR saat ini harus juga berubah untuk merespons situasi-situasi atau kondisi-kondisi baru dalam dunia komunikasi," kata dia.
Oleh karena itu, Wamenkominfo mendorong praktisi humas pemerintah meningkatkan keahlian dalam mengolah informasi dari Pemerintah untuk disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai kanal yang dimiliki.
Menurutnya, dengan keahlian yang dimiliki maka humas pemerintah dapat membangun strategi komunikasi yang lebih baik dan bisa menjernihkan disinformasi yang beredar di masyarakat.
"GPR atau government PR itu bisa me-leverage kapasitasnya, bisa memperkuat kemampuannya, menajamkan skill-nya untuk bisa lebih efektif membangun satu strategi komunikasi yang lebih mantap dan juga bisa berperan sebagai penjernih informasi di tengah kekacauan informasi yang terjadi," pungkas dia.
Baca juga: Indonesia targetkan ciptakan sembilan juta talenta digital pada 2030
Baca juga: Kemenkominfo latih lebih 24 juta orang tentang literasi digital
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024