Olimpiade demokratis

Takahashi dituding memberikan kamera dan jam tangan Seiko kepada para anggota komite eksekutif IOC, termasuk Lamine Diack. Dana untuk pemberian hadiah ini disediakan oleh perusahaan-perusahaan koneksi Takahashi.

Takahashi mengaku menghadiahi jam tangan dan kamera kepada Diack agar mendukung Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade.

Menurutnya, tak ada yang salah dengan laku itu. Dan IOC sendiri membolehkan pemberian hadiah, tapi tak menyebutkan batas nilai hadiah yang boleh diberikan atau diterima pihak-pihak terkait Olimpiade.

Yang pasti pada 2013, sehari sebelum pemungutan suara untuk tuan rumah Olimpiade 2002, Diack memberi tahu wakil-wakil Afrika dalam IOC bahwa dia akan mendukung Tokyo, tanpa meminta wakil-wakil itu mengikuti jejaknya.

Seperti halnya Takahashi, Diack juga membantah telah berbuat salah. Diack meninggal dunia pada awal Desember 2021.

Setahun sebelum meninggal dunia, Prancis mengadili eksekutif IOC yang juga mantan badan atletik dunia, IAAF yang kini bernama World Athletics.

Kejaksaan Prancis mendakwa Diack meminta imbalan 3,8 juta dolar AS (Rp59,34 miliar) dari 23 atlet Rusia yang tersangkut kasus doping, agar bisa terus berkompetisi, termasuk dalam Olimpiade London 2012 dan Kejuaraan Dunia Atletik 2013 di Moskow.

Lamine Diack (REUTERS)

Baca juga: Korupsi di badan atletik dunia, Diack terancam hukuman 10 tahun

Diack dinyatakan bersalah oleh pengadilan Prancis. Dia dikenai tahanan rumah di Prancis sebelum dibolehkan pergi ke tanah airnya di Senegal dengan uang jaminan 600 ribu dolar AS (Rp9,3 miliar), sampai akhirnya meninggal dunia di sana.

Kasus Diack adalah satu contoh yang belakangan tahun ini gencar dilakukan Prancis, dalam kaitannya dengan Olimpiade 2024.

Tapi itu tak memungkiri hasrat Prancis untuk menggelar sebuah Olimpiade yang berbeda dari yang sudah-sudah.

Olimpiade 2024 akan menjadi perayaan umat manusia telah terbebas total dari pandemi Covid-19.

Prancis bahkan bertekad menjadikan Olimpiade Paris sebagai ajang olahraga demokratis yang menjadi antitesis untuk Piala Dunia 2022 yang disebut-sebut tercoreng oleh dugaan pelanggaran HAM oleh Qatar.

Penyelenggara ajang ini sendiri bertekad untuk setransparan dan seadil mungkin kepada masyarakat Prancis, termasuk menggelar upacara pembukaan Olimpiade di tempat terbuka di sepanjang Sungai Seine yang digratiskan untuk siapa pun.

Transparansi menjadi semangat besar Prancis dalam menggelar Olimpiade yang diadakan dari 26 Juli sampai 11 Agustus 2024 itu.

Dan itu sudah termasuk buka-bukaan dalam pengelolaan keuangan untuk Olimpiade.

Prancis tampaknya ingin menggelar Olimpiade yang bersih dari korupsi. Dan bersih-bersih itu sudah dimulai jauh sebelum Olimpiade itu mulai.

Baca juga: IOC tunjuk Paris sebagai tuan rumah Olimpiade 2024

Selanjutnya: Anggaran membengkak

Copyright © ANTARA 2024