Kami tetap ada insentifnya dari sisi pemerintah, kan memang tidak ada ekspor impor, tetapi konsumen yang memasang PLTS atap tidak kena 'charge'
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tidak ada ketentuan ekspor-impor dalam aturan baru mengenai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
Diketahui, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), revisi dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021.
"Kami tetap ada insentifnya dari sisi pemerintah, kan memang tidak ada ekspor impor, tetapi konsumen yang memasang PLTS atap tidak kena charge. Kan (sebelumnya) ada biaya standard dan sebagainya, itu sudah tidak ada. Itu sebagai insentif," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Gedung Kementerian ESDM Jakarta, Jumat.
Diketahui, dalam Pasal 13 Permen ESDM 2/2024 tersebut disebut Kelebihan energi listrik dari Sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan Pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik Pelanggan PLTS Atap.
Dadan mengatakan dalam aturan baru tersebut, juga mengatur tentang kuota pengembangan sistem PLTS atap untuk setiap sistem tenaga listrik.
Baca juga: IESR minta evaluasi Permen ESDM No.2/2024 guna dorong investasi EBT
Baca juga: Dukung pemerintah capai nol emisi, pabrik Pacific Paint pasang PLTS
"Di situ ada sistem kuota ya, kan PLN juga punya keterbatasan dari sisi menerima listrik yang PLT atap. Sekarang kan (cuaca) mendung, padahal PLN itu "oh ada listrik PLTS atap", padahal kan mendung. Di satu sisi kan harus menyediakan listrik yang harus siap salur supaya tetap kualitas dari PLN-nya terjamin ke masyarakat itu ada kuotanya, tahun ini berapa megawatt (MW) bisa, tahun depan berapa," ujarnya.
Adapun, dalam Pasal 7 Permen ESDM 2/2024 ayat (1) disebut bahwa pemegang IUPTLU wajib menyusun kuota pengembangan Sistem PLTS Atap untuk setiap Sistem Tenaga Listrik.
Kemudian ayat (2), penyusunan kuota pengembangan Sistem PLTS Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mempertimbangkan arah kebijakan energi nasional; rencana dan realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik; dan kehandalan Sistem Tenaga Listrik sesuai dengan ketentuan dalam aturan jaringan Sistem Tenaga Listrik (grid code) Pemegang IUPTLU.
Lalu ayat (3) menyatakan bahwa kuota pengembangan Sistem PLTS Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang dirinci untuk setiap tahun dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
Lebih lanjut, Dadan menilai dengan adanya revisi aturan tersebut, pemasangan PLTS atap untuk saat ini lebih condong untuk skala industri karena konsumsi listriknya lebih stabil.
"Memang PLTS Atap yang sekarang agak sulit untuk rumah tangga karena kan tidak ada ekspor impor, tidak ada titip kalau dulu kan bisa dititipkan di PLN. Rumah tangga kan pakainya malam, padahal matahari kan adanya siang, nah ini kurang match," ungkap Dadan.
"Bisa saja rumah tangga kalau di rumahnya ada orang, dipakai untuk kulkas, tetapi kira-kira dari sisi kapasitas memang rumah tangga nanti akan kecil, kecuali pakai baterai di rumahnya, jadi disimpan, dipakai malam tetapi kalau untuk industri yang punya baseload, kan industri tuh dia kan dari pagi sampai sore kan konsumsi listriknya mungkin relatif stabil, nah itu ke sana nanti," lanjutnya.
Baca juga: Kilang Pertamina Balongan pasang PLTS berkapasitas 1,51 MWp
Baca juga: Iress: Keberatan pengusaha atas revisi Permen 26/2021 tak berdasar
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024