Jakarta (ANTARA News) - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menilai pasar obligasi Indonesia saat ini masih relatif stabil, meski sempat ada ancaman pembalikan modal terkait rencana penghentian stimulus moneter oleh Bank Sentral AS (The Fed).

"Kepemilikan asing paling tidak untuk domestic bond kita relatif stabil. Memang waktu itu sempat turun, ada keluar dan masuk, tapi relatif stabil," ujar Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, pasar obligasi Indonesia belum terlalu rentan, tetapi saat ini arus modal masuk dan keluar di negara berkembang Asia masih bergantung pada kondisi global, terutama modal dari AS.

"Dulu jaman (presiden AS) Bush, penguatan (pasar modal) paling tajam. Sekarang rencana penarikan QE, seolah-olah turunnya paling jauh, padahal waktu naik paling jauh juga," katanya.

Namun, menurut Bambang, minat investor asing kepada pasar obligasi Indonesia yang terlalu tinggi dapat membuat rate menjadi rendah dan rentan terhadap gejolak yang saat ini masih terjadi di negara maju.

Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam rilis terbarunya menyebutkan adanya prospek baik untuk pasar obligasi lokal di negara berkembang Asia Timur, namun ada potensi yang harus diwaspadai terkait kebijakan moneter AS, pertumbuhan ekonomi lambat di Asia dan potensi pembalikan modal.

"Pasar obligasi negara Asia dan para investor berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan volatilitas yang terjadi pada 1997-1998, tapi masih ada tantangan yang harus dihadapi ke depan," ujar Kepala Kantor ADB untuk Integrasi Ekonomi Regional, Iwan Jaya Azis.

Iwan menjelaskan tantangan di kawasan Asia terkait pasar obligasi adalah terkait biaya imbal hasil yang tinggi dan penurunan harga aset yang dapat menganggu kinerja neraca korporasi, serta pertumbuhan ekonomi yang melambat.

ADB mencatat pada triwulan II, pasar obligasi Indonesia tumbuh 12,4 persen lebih tinggi atau tercatat sebesar 118 miliar dolar AS, didorong oleh pertumbuhan obligasi korporasi 23,6 persen sebesar 21 miliar dolar AS dan ekspansi di obligasi pemerintah 10,3 persen, hingga 97 miliar dolar AS.

Berdasarkan perkembangan tersebut, ADB memperkirakan permintaan atas obligasi pemerintah akan meningkat pada semester II-2013, hingga target penerbitan net surat berharga negara Rp231,8 triliun akan tercapai, untuk membiayai defisit anggaran 2,4 persen terhadap PDB.



Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013