Mohon maaf apabila pantun saya, diukur standar kota Tanjungpinang, masih terlalu bersahaja"

Tanjungpinang (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono nekad membaca dua pantun saat memberikan sambutan pada Festival Tamadun Melayu I tahun 2013 di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

"Mohon maaf apabila pantun saya, diukur standar kota Tanjungpinang, masih terlalu bersahaja," kata Boediono di Tanjungpinang, Jumat.

Boediono mengaku memberanikan diri berpantun karena dia tahu Tanjungpinang dikenal sebagai "Kota Gurindam dan Negeri Pantun".

Mengawali sambutannya, mantan Gubernur Bank Indonesia ini berpantun, "Sirih dilipat dicampur pinang, sirih dibawa dari Melaka, balas kata selamat datang, dengan Bismillah pembuka kata. Pergi ke rimba cari tekukur, kaki melangkah terhadang kayu, hamba bahagia serta bersyukur, di tengah pemuka adat Melayu".

Usai membaca pantun pertama, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943 ini lalu melanjutkan memberikan sambutan sekitar 20 menit.

Mengakhiri pidatonya, Wapres kembali berpantun, "Bersama kita memotong padi, panen dibawa ke pulau Sumatera, hamba berucap Selamat Hari Jadi, masyarakat Kepri pasti makin sejahtera. Kepulauan Riau tempat bermukim, Tanah Melayu hendak dicita, Dengan mengucap Bismillahirrahmanirahim, Festival Tamadun Melayu resmi dibuka".

Sebelumnya Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani, menyampaikan sambutan sekitar 15 menit yang hampir separuhnya berisi pantun.

Ini rupanya yang menyebabkan Wapres harus menyiapkan pantun saat menyampaikan pidato.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013