Industri membutuhkan itu sebagai substitusi bahan baku
Jakarta (ANTARA) - Analis Industri Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Muhammad Abdul Aziz Ramdhani menyatakan bahwa penerapan ekonomi sirkular merupakan salah satu inisiatif kunci dalam pengembangan industri hijau.
“Jadi, bagaimana mengimplementasikan industri hijau salah satunya adalah melalui sirkular ekonomi, kemudian pengembangan energi baru terbarukan, pengendalian emisi, serta agro-waste management,” ujar Muhammad Abdul Aziz Ramdhani dalam Forum Rencana Aksi Ekonomi Sirkular Indonesia di Jakarta, Kamis.
Ia menyatakan bahwa sebelum istilah ekonomi sirkular menjadi popular seperti sekarang ini, para pelaku industri sebenarnya telah berinovasi agar proses produksi mereka berjalan efektif dan efisien melalui upaya-upaya yang berkonsep mirip seperti ekonomi sirkular.
Dia mencontohkan bahwa banyak pabrik pembuat kaca yang memanfaatkan pecahan hasil pemotongan kaca atau kaca bekas pakai dari perumahan dan perkantoran untuk menjadi bahan baku pembuatan kaca baru.
“Industri membutuhkan itu sebagai substitusi bahan baku agar tidak semuanya dari virgin material,” kata Aziz.
Menurutnya, penggunaan pecahan kaca maupun kaca bekas pakai dapat mengurangi penggunaan energi hingga biaya untuk proses produksi.
Namun, ia menyatakan bahwa penggunaan barang daur ulang dalam sektor industri menghadapi dua tantangan besar, yaitu pasokan barang daur ulang yang kurang serta perilaku masyarakat yang masih enggan menggunakan produk hasil daur ulang.
Aziz pun meminta semua pihak untuk membantu menyediakan pasokan bahan daur ulang untuk industri mulai dari proses mengumpulkan, memilah, sampai distribusi karena terdapat gap antara pasokan dan permintaan.
“Timbunan sampah ada di mana-mana, semua bisa menjadi potensi ekonomi. Dari tingkat rumah tangga itu masyarakat dapat memilah, kemudian masuk ke bank sampah unit, bank sampah induk, atau TPS 3R, dan lalu menuju ke industri,” jelasnya.
Ia berharap dengan upaya tersebut, ekosistem daur ulang semakin berkembang dan memberikan keuntungan kepada industri.
Sementara itu, terkait keengganan masyarakat menggunakan produk hasil daur ulang, Aziz mengatakan bahwa perlu ada perubahan pola perilaku.
Menurutnya, publik sudah mulai dapat menerima produk-produk hasil daur ulang dari plastik dan kaca, namun tidak terhadap produk tekstil.
“Ketika itu didaur ulang 100 persen, mungkin ada penurunan kualitas, misalnya barang tekstil hasil daur ulang itu agak kasar dibandingkan yang menggunakan virgin material yang lebih halus. Nah itu, pasar di dalam negeri masih belum menerima,” katanya.
Baca juga: Bappenas: Ekonomi sirkular pilar utama menuju Indonesia Emas 2045
Baca juga: Kemenkeu meresmikan program pengelolaan sampah untuk ekonomi sirkular
Baca juga: Ekonomi sirkular akan berkontribusi 35 persen pengurangan karbon
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024