Penurunan angka stunting itu, merupakan data terakhir hasil penimbangan balita Januari 2024
Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, kasus "stunting" atau balita kerdil di Kota Mataram saat ini tercatat mengalami penurunan dari 8,98 persen atau 2.190 balita menjadi 8,61 persen atau sekitar 2.000 balita.
"Penurunan angka stunting itu, merupakan data terakhir hasil penimbangan balita Januari 2024," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram dr H Emirald Isfihan di Mataram, Kamis.
Dikatakan, hampir setiap bulan angka stunting di Kota Mataram terus mengalami penurunan. Kondisi ini terjadi karena adanya komitmen bersama dalam upaya penurunan angka stunting di Kota Mataram.
Baca juga: BKKBN: Angka prevalensi stunting di Belitung sebesar 19,6 persen
Keberhasilan Kota Mataram menurunkan angka stunting tersebut merupakan hasil kerja keras bersama termasuk partisipasi dari PKK, organisasi wanita di Kota Mataram, serta peran para kader di lapangan.
"Selain itu, juga masyarakat saat ini sudah lebih rajin ke posyandu sehingga mempengaruhi hasil penimbangan balita. Kami juga sudah bekerja sama dengan kelurahan untuk mendorong warganya agar rajin ke posyandu," katanya.
Kendati angka stunting terus menurun, katanya, hal itu tidak lantas membuat pemerintah kota berpuas diri, sebaliknya ini menjadi tantangan untuk terus meningkatkan upaya penurunan angka stunting hingga ke nol kasus.
Untuk itu, lanjut Emirald mengatakan, untuk mencapai penurunan angka "stunting" lebih maksimal terus dilakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait termasuk memperkuat peran kader dalam memberikan edukasi melalui kegiatan posyandu keluarga (posga).
Baca juga: PKK Jakbar gandeng swasta beri kudapan bagi 320 balita
"Kami juga tidak hanya menunggu warga datang ke posga atau posyandu, tetapi kita juga melakukan layanan dari pintu ke pintu (door to door), dan pendampingan," katanya.
Layanan "door to door" terhadap penderita stunting dilakukan oleh tim ahli gizi di 11 puskesmas se-Kota Mataram.
"Tim ahli gizi ini memantau pemberian makanan pendamping sekaligus mendampingi balita stunting ke poliklinik stunting di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram," katanya.
Dalam layanan kasus stunting, Dinkes lebih fokus melakukan penanganan terhadap balita usia 0-24 bulan, sedangkan di atas itu sampai usia lima tahun tetap diintervensi melalui melalui program berbeda termasuk kasus stunting dengan penyakit bawaan.
Untuk penanganan stunting dengan penyakit penyerta, katanya, diakuinya belum bisa didapat data signifikan sebab prosesnya panjang sehingga butuh waktu penanganan dan pendampingan lebih lama.
"Kita harus selesaikan dulu penyakitnya, pendampingan penyakit, barulah kita bisa intervensi tumbuh kembang sehingga bisa terlihat progres pertumbuhannya," katanya.
Baca juga: Komnas Disabilitas kolaborasi dengan BKKBN percepat penurunan stunting
Pewarta: Nirkomala
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024