Sanaa (ANTARA News) - Dua ledakan bom di sebuah jalan yang ramai di Sanaa, ibu kota Yaman, melukai 20 orang, Kamis, kata kementerian dalam negeri.
Kedua ledakan itu terjadi di Al-Rabat Street, dimana bom-bom tersebut disembunyikan di antara tumpukan sampah, lapor AFP.
Tidak ada korban yang dilaporkan dalam ledakan pertama, kata seorang juru bicara kementerian itu, seperti dikutip Kantor Berita Saba.
Namun, ketika orang berdatangan dan berkumpul di lokasi kejadian, bom kedua meledak, mencederai 20 orang, kata juru bicara itu.
Seorang pejabat lain mengatakan kepada AFP sebelumnya, 12 orang cedera dalam pemboman itu, empat diantaranya dalam keadaan serius.
Sejumlah mobil rusak akibat ledakan itu, yang juga menghancurkan jendela-jendela, katanya. Pasukan keamanan segera menutup daerah itu dan melakukan pemeriksaan.
Pemboman itu merupakan yang terakhir dari serangkaian serangan yang biasanya ditujukan pada sasaran miilter, bukan sipil.
Rabu, seorang perwira intelijen angkatan darat Yaman tewas dalam serangan bom mobil bunuh diri di sebuah pasar di kota Ataq di provinsi Shabwa, dimana militan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP) tetap aktif, kata seorang pejabat keamanan.
Ledakan itu menewaskan Letnan Kolonel Mohammed al-Saidi dan mencederai serius satu orang, kata pejabat itu. Satu sumber medis mengkonfirmasi satu orang tewas dalam serangan tersebut.
Jumat, militan melancarkan serangan fajar spektakuler ke tiga posisi kepolisian dan militer di provinsi Shabwa, menewaskan sedikitnya 56 personel keamanan.
Serangan itu merupakan yang paling mematikan bagi militer sejak pemboman bunuh diri di ibu kota Yaman, Sanaa, pada 21 Mei tahun lalu yang menewaskan sekitar 100 prajurit.
Puluhan aparat keamanan dan militer dibunuh dalam dua tahun terakhir di Yaman, banyak diantaranya akibat ledakan bom yang dipasang di mobil mereka atau ditembak oleh penyerang berkendaraan, yang sering dituduhkan pada Al Qaida Yaman dan sekutunya.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di kawasan tersebut, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013