PLN mendukung transformasi green transportation yang berbasis pada EV end-to-end.

Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) meresmikan stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan, berlokasi di Senayan, Jakarta, Rabu.

"Kita lihat bahwa perkembangan teknologi transportasi hijau berkembang sangat besar. Salah satunya adalah bagaimana transportasi berbasis pada electric vehicle (EV) berkembang sangat besar dan PLN mendukung transformasi green transportation yang berbasis pada EV end-to-end," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo memberi sambutan saat peresmian stasiun pengisian hidrogen tersebut.

Ia mengatakan bahwa sebelumnya PLN juga telah mendukung ekosistem kendaraan listrik juga sebagai langkah strategis mendukung program transisi energi.

"Kami sudah bangun sistem electric vehicle digital services dari home charging, Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Kemudian bagaimana kita melakukan simulasi kebijakannya, kita mendukung operasionalisasinya, kami mendukung," ujar Darmawan.

Namun, kata dia, selain penggunaan listrik, ada teknologi yang dikembangkan oleh PLN dalam mendukung transportasi ramah lingkungan, yakni hidrogen hijau.

"PLN siap mendukung green transportation transformation baik itu EV maupun fuel cells. Beberapa bulan yang lalu kami sudah meresmikan produksi hidrogen yang ada di Muara Tawar, Muara Karang, dan juga Tanjung Priok. Kemudian dalam selang waktu sebulan, kami juga memproduksi (hidrogen) di 21 pembangkit kami dengan produksinya 199 ton per tahun dan di sini sudah green hydrogen karena kami menyediakan listriknya berbasis pada rooftop dan juga renewable energy certificate," ujarnya.

Selain itu, kata Darmawan, PLN juga tengah mengembangkan hidrogen hijau dari true renewable energy production dengan membangun hydrogen production di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.

"Ada tambahan sekitar 4,3 ton per tahun. Jadi, totalnya ada 203 ton green hydrogen dari 22 pembangkit kami yang diproduksi oleh PLN," kata dia lagi.

Dari total produksi tersebut, PLN hanya menggunakan 75 ton untuk kebutuhan operasional pembangkit, sementara sisanya 128 ton hidrogen hijau bisa digunakan untuk sektor transportasi.

"Kebutuhan dari PLN untuk pendinginan pembangkit kami hanya 75 ton, artinya ada 128 ton green hydrogen yang bisa digunakan untuk sektor transportasi," ujar Darmawan pula.

Sementara itu, berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar hidrogen hijau yang dihasilkan dari sisa operasional pembangkit sangat kompetitif jika dibandingkan dengan BBM. Perbandingannya, per 1 kilometer (km) mobil BBM membutuhkan biaya Rp1.300. Sedangkan mobil listrik Rp350-400 per km, dan mobil hidrogen hanya Rp276 per km.

"Biayanya hanya sekitar Rp276 saja per km. Coba bandingkan dengan biaya menggunakan BBM Rp1.300 per km. Ini yang jelas, kalau BBM ada sebagian yang diimpor. Kalau ini (hidrogen) semuanya produk dalam negeri," kata Darmawan.

HRS Senayan nantinya akan semakin strategis, karena di sana juga dibangun charger electric vehicle berbasis hidrogen yang memiliki fungsi sama dengan SPKLU. Selain itu, juga dibangun hydrogen center dan hydrogen gallery room sebagai pusat pelatihan dan pendidikan terkait hidrogen di Indonesia.
Baca juga: PLN siap operasikan stasiun pengisian hidrogen pertama di Indonesia
Baca juga: Pertamina bangun stasiun pengisian bahan bakar hidrogen

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024