Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengklaim produk-produk otomotif China dapat dijual dengan harga lebih murah karena ongkos produksi yang efisien, dan bukan akibat subsidi pemerintah seperti yang dituduhkan sejumlah pihak.

"Pembagian kerja dan kolaborasi yang saling menguntungkan merupakan ciri khas rantai industri otomotif. Perkembangan industri otomotif China yang sangat pesat sehingga telah menghasilkan produk-produk hemat biaya dan berkualitas tinggi," kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan rutin kepada media di Beijing, China pada Selasa.

Hal tersebut terkait dengan investigasi Uni Eropa (UE) atas dugaan mobil listrik China dijual dengan harga rendah di negara-negara UE karena adanya subsidi dari pemerintah. Sedangkan Amerika Serikat (AS) juga mempertimbangkan untuk membatasi impor mobil pintar China dan komponen terkait lainnya.

"Setiap satu dari tiga mobil yang diekspor dari China adalah mobil listrik, yang berkontribusi signifikan terhadap transisi ramah lingkungan dan rendah karbon di dunia," tambah Mao Ning.

China Association of Automobile Manufacturers (CAAM) mengklaim bahwa China mengekspor 443.000 kendaraan pada Januari 2024 atau tumbuh sebesar 47,9 persen dibandingkan Januari 2023, namun dibanding Desember 2023, terjadi penurunan sebesar 22,7 persen.

"Langkah-langkah proteksionisme dagang yang diambil oleh negara-negara lain terhadap China, seperti yang disampaikan Menteri Luar Negeri Wang Yi, untuk mengubah aktivitas perdagangan biasa menjadi masalah keamanan dan ideologi, mungkin tampak seperti suatu keuntungan, namun sebenarnya merupakan kerugian pembangunan jangka panjang dan menjadi beban dari kemajuan dan kesejahteraan dunia," ungkap Mao Ning.

Mao Ning menyebut China percaya pada solidaritas, kerja sama, dan keterbukaan dibandingkan perpecahan, konfrontasi dan isolasi.

"Kami percaya bahwa penting untuk mengakomodasi kepentingan orang lain sambil tetap mengejar kepentingannya sendiri, bekerja untuk pembangunan bersama sambil mengupayakan perkembangan pribadi, menciptakan lingkungan kelas dunia, berorientasi pasar dan berbasis hukum untuk kerja sama ekonomi dan perdagangan global, serta mewujudkan globalisasi ekonomi yang lebih inklusif dan bermanfaat bagi semua orang," jelas Mao Ning.

China, kata Mao Ning, juga mempunyai hak untuk melakukan kerja sama biasa dengan negara-negara lain.

"Kami selalu menentang sanksi unilateral yang tidak memiliki dasar hukum internasional atau mandat Dewan Keamanan PBB. China akan terus melakukan apa yang diperlukan untuk secara tegas menjaga hak dan kepentingan perusahaan China yang sah," tegas Mao Ning.

Beijing sebelumnya telah menyatakan keberatan dengan rencana UE untuk menerapkan Mekanisme Penyesuaian Pembatasan Karbon yang akan menetapkan tarif sebesar 20-35 persen atas barang-barang dengan harga karbon tinggi, seperti baja dan bijih besi.

UE telah menerapkan tarif tambahan terhadap 20 jenis baja dan produk baja tahan karat China serta menetapkan kuota impor sebagai langkah untuk melindungi pasarnya hingga pertengahan 2024.

Dominasi industri otomotif dunia khususnya untuk mobil listrik saat ini didominasi oleh China, setelah selama beberapa dekade industri otomotif dunia didominasi oleh pabrikan Eropa, Jepang dan Amerika Serikat.

China menyebut telah mengekspor lebih dari setengah juta mobil listrik di dunia pada paruh pertama 2023. Angka tersebut setara dengan pertumbuhan sebesar 160 persen dibandingkan periode yang sama pada 2022.

Salah satu keunggulan pabrikan China yang belum dapat ditandingi oleh produsen negara lain adalah ongkos produksi yang murah. Hal itu pun menjadi masalah bagi Uni Eropa. Saat ini, sebanyak 26 produsen mobil listrik China sudah berencana masuk pasar Jerman pada 2025.

Baca juga: SUV listrik China masuki pasar Yunani
Baca juga: Mengapa mobil listrik China tuai popularitas di Indonesia?
Baca juga: Industri mobil listrik berkembang pesat di Chongqing, China

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024