Saya memiliki penglihatan jangka panjang. Di masa mendatang, saya mencoba membangun tim putri Indonesia di tingkat standar dunia

Jakarta (ANTARA) - Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menunjuk Satoru Mochizuki sebagai pelatih tim nasional putri Indonesia dengan durasi kontrak selama dua tahun.

Kehadiran pelatih berusia 59 tahun tersebut menjadi angin segar bagi dunia sepak bola putri tanah air, pasalnya Mochizuki dengan portofolionya yang mentereng bukanlah figur yang asing dengan panggung sepak bola dunia.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengatakan timnas Indonesia beruntung karena memperoleh sosok Satoru Mochizuki. Menurut mantan Presiden Inter Milan tersebut, Mochizuki bukanlah figur yang 'kaleng-kaleng' di ranah sepak bola putri.

"PSSI sangat mengapresiasi JFA yang benar-benar secara ikhlas mau bantu sepak bola Indonesia dengan memberikan salah satu pelatih terbaiknya untuk membangun sepak bola Indonesia dan tentu kita melihat banyak CV (pelatih lain), tapi pelatih Satoru punya jejak karir yang jelas," kata Ketua Umum PSSI Erick Thohir dalam konferensi pers yang berlangsung di Jakarta, Selasa.

Kedatangan Mochizuki di tanah air juga tak terlepas dari kerjasama yang dijalin oleh PSSI dengan Japan Football Asociation (JFA) pada bulan Mei 2023 lalu. Kerjasama dengan negeri Samurai Biru tersebut, terjalin untuk mengembangkan sepak bola putri di Indonesia.

Mendatangkan Mochizuki menjadi langkah awal yang dilakukan PSSI untuk membentuk skuad Garuda yang diproyeksikan mampu menembus Piala Dunia Wanita 2035. Tugas pertama Mochizuki adalah membangun skuad generasi pertama yang akan berlaga di gelaran Piala Asia U-17 atau AFC Asian Cup U-17 2024 yang berlangsung di Bali pada Mei mendatang.


Baca juga: PSSI tunjuk Satoru Mochizuki jadi pelatih timnas putri Indonesia

Karir "Si tangan besi" Mochizuki

Mochizuki adalah mantan pemain Urawa Red Diamonds dan Kyoto Sanga. Saat aktif sebagai pemain, Mochizuki berposisi sebagai gelandang, ia menjadi bagian dari skuad Timnas Jepang pada Kualifikasi Piala Dunia 1990.

Setelah pensiun sebagai pemain, Mochizuki langsung melatih klub J-League, Kyoto Sanga, pada 1998 dan dua tahun kemudian menangani klub J-League, Vissel Kobe. Usai menangani dua tim profesional, Mochizuki sempat menangani sejumlah tim junior diantaranya Omiya Ardija Junior, Urawa Red Diamonds sebelum beralih melatih timnas Jepang U-16 sejak 2005.

Tiga tahun kemudian, Mochizuki ditunjuk untuk menangani timnas putri Jepang. Belum seumur jagung melatih timnas putri, Mochizuki mampu mengantarkan Samurai Biru melaju hingga babak semifinal di Olimpiade 2008 Beijing. Tangan besi Mochizuki telah membawa Jepang menjadi juara Piala Dunia Putri 2011 yang berlangsung di Jerman. Dalam laga final Piala Dunia tersebut, Nadeshiko asuhan Mochizuki menundukkan tim langganan juara, Amerika Serikat melalui babak adu penalti setelah kedua tim bermain imbang 2-2 pada waktu normal.

Setahun berselang dengan membawa status jawara Piala Dunia, Jepang melaju ke babak final Olimpiade 2012 London. Sayangnya, tim asuhan Mochizuki hanya mampu membawa medali perak Olimpiade London 2012 seusai takluk dengan skor 1-2 dari Kanada di partai final.

Gelaran Olimpiade London 2012 juga menjadi akhir kepelatihan Mochizuki di timnas Jepang. Mochizuki lalu melanjutkan kiprahnya melatih Japan Women's Universade atau tim nasional putri mahasiswa Jepang. Tim ini merupakan tim nasional yang dibentuk dari para pemain di kalangan universitas yang nantinya akan berkiprah di gelaran FISU World University Games.

Selama menahkodai tim nasional putri universitas Jepang, Mochizuki tercatat telah ikut serta sebanyak tiga kali di gelaran FISU World University Games. Keikutsertaan pertamanya berlangsung pada tahun 2015 lalu berlanjut pada 2017 dan terakhir pada 2019.

Mochizuki kini juga tercatat sebagai pelatih berlisensi AFC A yang diperolehnya saat mengikuti kursus kepelatihan yang berlangsung di Taiwan pada 2023 lalu. Sebelumnya ia telah mengantongi lisensi kepelatihan JFA B (pada 2005) dan JFA A (pada 2014).

Mochizuki yang kini menangani tim Merah Putih, dihadapkan pada kepingan puzzle sepak bola putri Indonesia. Ia harus menyatukan para pemain dari kompetisi akar rumput dan para pemain yang kini telah meniti karir di luar negeri.

Sejumlah pemain timnas putri Indonesia yang tengah meniti karier di luar negeri, antara lain Helsya Maeisyaroh, Sheva Imut, dan Shafira Ika yang memperkuat klub divisi empat Jepang, FC Ryukyu Ladies. Kemudian, Fani Supriyanto yang membela klub divisi satu Liga Putri Arab Saudi, Al Hammah.

"Ini tantangan besar bagi saya, tapi saya sangat menantikan melatih tim nasional wanita Indonesia. Saya ingin memeriksa potensi dan tingkat individu pemain tim nasional wanita," kata Mochizuki dalam konferensi pers.

"Saya memiliki penglihatan jangka panjang. Di masa mendatang, saya mencoba membangun tim putri Indonesia di tingkat standar dunia," tambahnya.

Baca juga: Pelatih baru timnas putri Mochizuki ingin belajar bahasa Indonesia


Projek jangka panjang

PSSI tengah menyusun cetak biru kompetisi putri dari usia muda, sebelum menggulirkan Liga 1 putri. Cetak biru tersebut disusun untuk projek jangka panjang selam sepuluh tahun yang ditargetkan membawa Srikandi Indonesia lolos ke Piala Dunia 2035.

"Tadi kita (dengan Satoru Mochizuki) sudah bersepakat membuat cetak biru (sepak bola putri) untuk 10 tahun. Tadinya saya bicara lima tahun, tapi pelatih bilang enggak, dia mau sepuluh tahun. Inilah yang kita namakan tentu keberlanjutan ini penting, program ini kita akan jalankan secara serius," kata Erick Thohir.

Saat ini PSSI berupaya untuk menjaring para pemain putri bertalenta melalui sejumlah kompetisi akar rumput yang kian menjamur. Nantinya Mochizuki bersama dengan Direktur Teknik tim nasional Indonesia, Indra Sjafri, menjaring talenta-talenta muda pesepak bola putri di seluruh penjuru tanah air.

Selain itu PSSI juga bekerja sama dengan Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI) untuk membangun ekosistem sepak bola Indonesia melalui gelaran kompetisi di kelompok umur.

Kehadiran Mochizuki dengan sederet reputasinya yang mentereng tentu memberi harapan besar bagi sepak bola putri Indonesia. Melalui tempaan tangan besi pelatih asal Jepang ini, putri-putri Indonesia harus siap bekerja keras, hingga tangan besi itu juga menjadi tangan dingin untuk kemajuan sepak bola putri Indonesia

Baca juga: PSSI siapkan cetak biru selama 10 tahun untuk sepak bola putri
Baca juga: Dihadapkan tantangan besar, Mochizuki tak sabar tangani timnas putri
Baca juga: PSSI enggan pasang target untuk timnas putri pada Piala Asia U-17

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2024