Isu ini menjadi sangat krusial karena beberapa alasan antara lain adalah kurang dan pembatasan subsidi pupuk bagi petani. Di sisi lain, subsidi pupuk menjadi permasalahan bagi kesuburan tanah dan lingkungan secara jangka panjang.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset Nagara Institute berkomitmen pada pengembangan sektor pertanian di Indonesia dengan mengambil langkah konkret mendorong kemajuan industri pupuk demi mencapai ketahanan pangan nasional.
Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal di Jakarta, Selasa, mengatakan salah satu isu yang menjadi diskusi hangat selama masa kampanye Pemilu 2024 adalah ketahanan pangan nasional. Isu ini dinilai penting karena berdampak langsung pada kebutuhan utama masyarakat.
“Isu ini menjadi sangat krusial karena beberapa alasan antara lain adalah kurang dan pembatasan subsidi pupuk bagi petani. Di sisi lain, subsidi pupuk menjadi permasalahan bagi kesuburan tanah dan lingkungan secara jangka panjang,” kata Akbar.
Baca juga: Pupuk Kaltim menyesuaikan volume tambahan kuota pupuk subsidi 2024
Akbar menyampaikan bahwa permasalahan juga terjadi pada kemampuan masyarakat untuk membeli hasil pertanian, dalam arti lain bahwa ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat untuk membeli hasil bumi juga menjadi permasalahan yang harus diperhatikan.
Dia menyampaikan permasalahan ketersediaan input pertanian secara umum, dan pupuk bersubsidi secara khusus, serta formulasi perbaikan kebijakan industri menjadi pokok pembahasan pada kegiatan Seminar Nasional Hasil Riset Pupuk dan Pangan dengan tema “Penguatan Faktor Input Pertanian dan Reformasi Tata Niaga Pupuk untuk Ketahanan Pangan dan Keberlanjutan Usaha Pertanian” yang diadakan Nagara Institute.
Akbar menjelaskan, kebijakan subsidi pupuk yang difokuskan dari sisi jenis pupuk maupun jenis tanaman yang berhak mendapatkan alokasi subsidi pupuk hanya menyasar komoditas pokok membuat petani yang menanam komoditas lain di luar prioritas merasa dianaktirikan.
Baca juga: Petrokimia Gresik bagikan kupon potongan pembelian pupuk untuk petani
Berdasarkan Permentan Nomor 10 Tahun 2022, jenis pupuk subsidi meliputi urea dan NPK tersedia bagi sembilan jenis komoditas yaitu: padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kakao, dan kopi.
Selain itu, penerima subsidi adalah petani yang memiliki atau mengolah lahan tidak lebih dari 2 Ha untuk setiap masa tanam dan harus tergabung dalam kelompok tani (Poktan) dan terdaftar dalam Sistem Penyuluhan Pertanian (Simluhtan).
Menurutnya kebijakan pupuk seharusnya tidak terpisah dari strategi besar penguatan pertanian dan kedaulatan pangan, sehingga diperlukan komitmen yang lebih kuat dari pemerintah untuk memperkuat kedaulatan pangan yang bukan hanya berbasis pada pangan murah.
“Tetapi lebih kepada pembangunan kesehatan manusia dan kesejahteraan petani. Karena itu, kebijakan subsidi pupuk juga harus diikuti oleh penguatan input pertanian pangan lainnya,” jelas Akbar.
Baca juga: Legislator: DKI perbanyak lokasi pangan bersubsidi jelang Ramadhan
Sementara itu, dalam hal kualitas tenaga kerja pertanian, diperlukan upaya menarik generasi muda untuk terjun ke sektor jasa produksi dan jasa pendukung pertanian, serta penguatan tenaga penyuluh dan pendamping.
Dalam hal lahan, diperlukan ketegasan atas penerapan rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk menjaga lahan produktif, melengkapi program sertifikasi tanah yang diluncurkan pemerintah dengan literasi keuangan, serta mengembangkan sistem pertanian kolektif untuk wilayah dengan kepemilikan lahan yang kecil.
Demikian pula diperlukan penguatan atas produksi obat-obatan, alat dan mesin pertanian dan benih unggul agar pada lingkungan tanah menjadi subur dan tidak mencemari area sekitar lingkungan yang menggunakan pupuk.
Akbar berharap kajian tersebut menjadi roadmap selama lima tahun ke depan di bidang ketahanan pangan dan pupuk bagi pemerintah terpilih nantinya dalam rangka meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan yang menjadi asas pangan nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012.
Seminar tersebut diikuti para pemangku kepentingan pertanian dan pangan seperti Kementerian Pertanian, DPR RI khususnya Komisi xx, Badan Pangan Nasional, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pemprov DKI Jakarta, BUMN pupuk, serta pengamat dan akademisi.
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024