"Tujuan program ini meningkatkan kapasitas para pengambil keputusan untuk lebih mempertimbangkan isu lingkungan dan perubahan iklim dalam proses pengambilan keputusan di lembaga pemerintah dan di dunia usaha," kata Deputi KLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Arief Yuwono di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, program "School of Climate Change" itu akan diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari dunia usaha, partai politik, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan tokoh masyarakat.
"Wadah ini dapat menjadi pendorong pembangunan yang pro poor, pro job, pro growth dan pro environment," ujarnya.
Ia juga mengatakan kegiatan sosialisasi prgram tersebut diadakan karena banyaknya respon positif terhadap "School for Climate Change" sejak diadakan pertemuan dengan para tokoh lingkungan, seperti Emil Salim, Sarwono Kusumaatmadja, Rahmat Witoelar serta para praktisi dan akademisi yang peduli terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
Arief menilai isu perubahan iklim semakin hari menjadi isu yang sangat penting karena posisi geografis Indonesia yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti kenaikan temperatur, perubahan intensitas dan periode hujan, pergeseran musim hujan atau kemarau, dan kenaikan permukaan air laut.
"Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya kejadian bencana terkait perubahan iklim, seperti kekeringan, banjir, longsor, dan bencana lainnya," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim itu, salah satunya dengan menetapkan Rencana Aksi Indonesia sejak 2009 untuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26 persen pada 2020.
Menurut dia, rencana itu dipertegas melalui Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Kebijakan penurunan emisi GRK pada Peraturan Presiden No.71 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.
"Dalam implementasinya, kedua peraturan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kementerian dan Lembaga pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota," tuturnya.
Untuk memperkuat pelaksanaan aksi tersebut, kata Arief, KLH telah membentuk Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN Center), forum ilmiah bernama IPCC-Indonesia untuk menyusun usulan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta Program Kampung Iklim (PROKLIM).
Namun, dia mengatakan, berbagai upaya tersebut tidak dapat memberikan hasil yang cepat dalam menanggulangi dampak perubahan iklim maupun untuk menurunkan emisi gas rumah kaca jika hanya dilakukan secara "biasa-biasa saja".
"Karena kondisi dampak perubahan iklim yang kita hadapi 'sangat tidak biasa'. Untuk melengkapi langkah nyata tersebut, maka dibentuklah program `School of Climate Change` ini," ujar Deputi KLH itu.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013