Jakarta, 24 September 2013 (ANTARA) -- Era industrialisasi kelautan dan perikanan perikanan dengan pendekatan ekonomi biru (blue economy) yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan perkembangan positif. Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP tahun 2012 terutama pembangunan di bidang ekonomi dan lingkungan hidup menjadi cerminan keberhasilan tersebut. Beberapa indikator menunjukkan, pertumbuhan PDB perikanan sebesar 6,48, produksi perikanan mencapai 15,26 juta ton, produksi garam menyentuh angka 2,02 juta ton, tingkat konsumsi ikan dalam negeri naik hingga 33,89 kg/kapita serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang memberi gambaran peningkatan taraf hidup nelayan sudah mencapai angka 105,37. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, pada kuliah perdana mahasiswa baru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Selasa (24/9).
Kegiatan ini merupakan salah satu cara dalam rangka menanamkan jiwa kebaharian semenjak dini kepada para generasi muda Indonesia, agar mempunyai kesadaran tinggi akan hal ini, mengingat potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia begitu besar dan dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
McKinsey Global Institute, dalam laporannya “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential” menyebutkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu sektor utama (disamping sektor jasa, pertanian, dan sumberdaya alam) yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara yang maju perekonomiannya pada tahun 2030, di mana ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 Ekonomi Dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris, sehingga Indonesia harus terus berbenah diri melaksanakan pembangunan di segala sektor termasuk membangun sumber daya alam kelautan dan perikanan yang mempunyai potensi cukup besar untuk diolah secara optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa membangun sumberdaya alam kelautan dan perikanan adalah mengelola SDM-nya, maka peningkatan kapasitas SDM merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan industrialisasi kelautan dan perikanan.
Guna mewujudkan pengembangan SDM mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan, maka perlu terciptanya SDM sebagai pelaku industri yang mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Hal itu penting dilakukan mengingat Indonesia sedang bersiap diri menyambut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 dan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economy Community) 2015. Untuk itu, KKP tetap konsisten menata kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada konsep Ekonomi Biru.
Konsep Blue Economy akan bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara keseluruhan. Konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI dalam berbagai forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan penerapan konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus berada di garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. “Pada dasarnya semua pihak sangat berkepentingan dengan pembangunan yang tidak mengorbankan masa depan. Apa yang kita lakukan sekarang tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga harus menjadi warisan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” tegasnya.
Sharif menegaskan, prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan KKP, terutama dalam program percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Blue economy merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan kemudian dioperasionalkan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep ini selain mampu menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, juga dapat melipatgandakan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian masyarakat sekitar. “Untuk itu, KKP akan terus mendorong para pemangku kepentingan, baik itu pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun masyarakat luas untuk terus menggali peluang penerapan blue economy dan strategi operasional dalam industrialisasi kelautan dan perikanan,” jelasnya.
Implementasi Blue Economy
Ekonomi biru meliputi berbagai sektor yang cukup luas seperti perikanan dan budidaya, pembangunan industri kelautan, wisata bahari, energi laut serta perlindungan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai implementasinya, KKP berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan diiringi produk yang memenuhi standar mutu pangan (food safety). Selain itu, KKP juga
menerapkan sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu. Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Terkait implementasi konsep blue economy, KKP tengah mengembangkan model industrialisasi rumput laut berbasis blue economy, produk turunan industri udang dan crustasea, Model industrialisasi Tuna, Tongkol, Cakalang berbasis ekonomi biru, Minawisata berbasis sumberdaya kelautan dan lain sebagainya.
Industri pengolahan yang menganut prinsip blue economy sudah berjalan, hal ini ditandai dengan berdirinya sejumlah pabrik chitosan yang saat ini terkonsentrasi di Banten dan Jawa Tengah. Menurutnya, terdapat tiga negara yang potensial dalam menyerap produk-produk turunan tersebut yakni Jepang, Korea dan China. Udang merupakan salah satu dari komoditi ekspor yang menggiurkan, karena memiliki peluang pasar dan harganya yang cukup tinggi di pangsa internasional. Selama ini ekspor udang produk utamanya dalam bentuk daging, sedangkan kepala dan kulitnya menjadi limbah hasil perikanan yang tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan filosofi Blue Economy, sisa hasil perikanan tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk turunan bernilai tambah tinggi seperti chitin dan chitosan. Chitosan merupakan salah satu bahan pengawet ikan selain garam, karena itu chitosan dapat diaplikasikan terhadap produk perikanan sebagai pengganti formalin yang terbilang berbahaya. “Pemanfaatan kulit udang menjadi edible coating chitosan bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha industri pengolahan, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan,” ujarnya.
Kendati tingginya akan permintaan ikan tidak berarti harus mengeksploitasi sumber daya laut secara berlebihan, tetapi bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya tersebut secara berkelanjutan. Untuk itu, perlu memulai kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola sumber daya perikanan kita secara berkelanjutan. Karena itu, KKP berupaya untuk mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan, baik pada perikanan tangkap
maupun budidaya untuk mendukung industrialisasi perikanan. KKP tengah mengembangkan teknologi ramah lingkungan seperti, teknologi alat tangkap ikan, instalansi pendingin dengan menggunakan tekanan air laut sebagai penggerak, instalansi produksi es balok dengan bahan baku air laut. “prinsipnya, Blue economy akan bersinergi dengan pelaksanaan triple track strategy yakni, program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (perekrutan tenaga kerja), dan pro-environment (pelestarian lingkungan)," tutupnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013