Jakarta (ANTARA) - Pada Maret 2022, ajang olahraga otomotif paling bergengsi di dunia digelar di Indonesia, tepatnya di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Para pecinta olahraga otomotif, khususnya balap motor, berbondong-bondong menyaksikan gelaran MotoGP.
Lalu apa nilai tambahnya balap motor tersebut bagi masyarakat di Tanah Air? Salah satunya adalah tempat pelaksanaan MotoGP yang digelar di Pertamina Mandalika International Street Circuit yang terletak dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, sebuah KEK untuk zona pariwisata.
KEK adalah kawasan dalam batas tertentu yang didisain secara khusus untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian. KEK merupakan kebijakan strategis Pemerintah untuk pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi serta pemerataan ekonomi nasional.
Fungsi KEK adalah untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
Dalam kawasan tersebut para investor dalam dan luar negeri bisa mendapatkan/memperoleh beragam fasilitas dan kemudahan tertentu. Selain itu juga KEK diarahkan untuk mendukung industrialisasi, dan memperbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Adapun di dalam KEK dapat terdiri dari satu atau beberapa zona, yaitu pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau zona lainnya.
KEK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Dalam UU tersebut, khususnya pada Pasal 2 dijelaskan bahwa KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Fungsi dari KEK sendiri adalah untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Sampai tahun 2024 ini, terdapat 19 KEK tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Lalu apa kebermanfaatan KEK untuk koperasi dan UMKM? Pertanyaan tersebut muncul karena bercermin dari fungsi KEK yang dapat menggiring interpretasi KEK hanya untuk memfasilitasi pelaku usaha atau investor yang memiliki modal besar.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat kembali peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan KEK. Jika membaca bunyi Pasal 3 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 2009, secara jelas menyatakan bahwa di dalam KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
UMKM dan koperasi mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk menikmati fasilitas KEK. Sampai-sampai terdapat pasal yang mengatur khusus mengenai peluang UMKM dan Koperasi di dalam KEK.
Jika dilihat lebih jauh lagi, terdapat peluang yang cukup besar diberikan kepada koperasi oleh UU 39 tahun 2009. Pada Pasal 5, mengenai pembentukan KEK, disebutkan bahwa pembentukan KEK dapat diusulkan oleh badan usaha, yang salah satunya adalah koperasi.
Koperasi dalam klausul tersebut telah dianggap sebagai badan usaha yang mampu dan memiliki kapasitas untuk membangun sebuah kawasan ekonomi yang prestisius.
UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, telah memberikan ruang yang sangat luas dalam upaya pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Hal tersebut dapat dikatakan sudah sejalan dengan upaya pemerintah dalam beberapa dekade terakhir yang memiliki prioritas dalam pemberdayaan, pengembangan, dan penguatan koperasi dan UMKM.
Sehingga tepat dikatakan bahwa kebijakan strategis pemerintah yang membentuk KEK untuk mendorong pertumbuhan serta pemerataan ekonomi nasional, tidak dapat terlepas dari peran Koperasi dan UMKM.
Memaksimalkan peluang
Pertanyaannya, apakah peluang bagi pelaku UMKM serta koperasi di KEK tersebut telah dimanfaatkan secara maksimal?
Kalau melihat data-data yang beredar di media massa, pada perhelatan MotoGP di Mandalika tahun 2022, Menteri Parekraf Sandiaga Uno menyatakan bahwa pelaku UMKM mengalami pendapatan signifikan, hingga menyentuh angka Rp1,2 miliar.
Lalu, berlanjut pada perhelatan MotoGP di tahun 2023, kembali Sandiaga Uno mengklaim pada perhelatan MotoGP tahun 2023, transaksi UMKM menyentuh angka Rp3 miliar dalam 2 hari.
Angka-angka tersebut dapat dikatakan fantastis untuk transaksi pelaku UMKM pada satu ajang atau kegiatan. Tetapi, lagi-lagi timbul pertanyaan, apakah ruang luas yang disediakan dalam UU 39 tahun 2009 tersebut dimanfaatkan hanya untuk menfasilitasi Koperasi dan UMKM di KEK berdasarkan "event by event"? Lalu bagaimana setelah ajang tersebut selesai dilaksanakan? Apakah pelaku koperasi dan UMKM akan kembali lagi ke “habitatnya" atau tetap diberikan ruang permanen untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya?
Optimalisasi peluang bagi UMKM serta koperasi yang telah diatur dalam UU 39 Tahun 2009 tersebut, harus dapat dimaksimalkan oleh instansi pemerintah pusat yang mengampu urusan pemberdayaan UMKM serta koperasi, maupun oleh pemerintah daerah.
Instansi pemerintah pusat serta pemerintah daerah tersebut harus dapat mendorong adanya aturan turunan yang menjamin fasilitas bagi UMKM serta koperasi untuk berusaha di lokasi KEK.
Sebagai contoh, Kementerian Koperasi dan UKM dapat mengusulkan adanya penambahan aturan mengenai kewajiban bagi pengusul KEK untuk mencantumkan minimal prosentase luasan lahan lokasi usaha yang diperuntukkan bagi UMKM dan koperasi.
Luasan lokasi bagi UMKM dan koperasi tersebut nantinya wajib dituangkan dalam dokumen pengusulan KEK. Hal ini menjadi penting, mengingat dalam aturan turunan dari UU 39 tahun 2009, yaitu PP 40 tahun 2021 tidak ada mengatur sama sekali mengenai hal tersebut.
Dengan adanya aturan tersebut, dapat memberikan kepastian bahwa terdapat ketersediaan lokasi usaha bagi UMKM dan koperasi dalam KEK.
Lebih lanjut, instansi pusat pengampu urusan koperasi dan UMKM serta pemerintah daerah dapat bekerja sama dalam membangun pengelolaan terpadu usaha mikro dan kecil dalam lokasi KEK.
Sinergi antarinstansi pusat dan daerah tersebut juga dalam rangka implementasi aturan dalam PP 7 tahun 2021. Pasal 71 ayat (2) PP 7 Tahun 2021 telah mengamanatkan bahwa bagi daerah yang memiliki KEK, lokasi pengelolaan terpadu usaha mikro dan kecil berada di lokasi KEK.
Sinergi tersebut, dalam tahap awalnya harus menghasilkan desain besar mengenai pembangunan lokasi pengelolaan terpadu bagi usaha mikro dan kecil di KEK. Dengan adanya lokasi pengelolaan terpadu dalam lokasi KEK, akan semakin mempermudah bagi usaha mikro dan kecil masuk ke dalam rantai pasok produksi dan pembiayaan. Juga, akan mendorong adanya program kemitraan yang strategis dengan usaha besar yang ada di KEK.
Upaya lainnya, Kementerian Koperasi dan UKM dapat berperan mendorong koperasi untuk mengusulkan pembentukan KEK. Sebagai pengusul, maka koperasi dapat berperan sebagai pengelola KEK. Ini merupakan upaya strategis, karena akan menjadi suatu landmark dalam keberhasilan pemberdayaan koperasi, utamanya terkait korporatisasi koperasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya terobosan yang dilakukan, salah satunya mendorong kerja sama usaha antarkoperasi atau dengan badan usaha lain.
Dalam hal kerja sama antarkoperasi, perlu dijajaki dilakukan dengan koperasi besar di luar Indonesia. Sebagai misal, kerja sama dengan Koperasi Mondragon yang merupakan perusahaan terbesar ke-7 di Spanyol.
Ada konsorsium antarkoperasi yang terbentuk, sehingga dapat mencukupi kebutuhan modal maupun sumber daya lain yang diperlukan untuk mengusulkan pembentukan serta pengelolaan KEK.
Tidak mudah dan pasti akan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk melakukan upaya-upaya tersebut di atas.
Hanya saja, sebagaimana kutipan, "Bukan sejauh mana kita mampu bermimpi, tetapi sejauh mana kita berusaha mewujudkannya", dapat menjadi kata-kata motivasi.
Instansi pemerintah pusat pengampu UMKM dan koperasi serta pemerintah daerah harus memiliki kesamaan visi dan tujuan, serta komitmen bersinergi untuk mewujudkan fasilitasi yang telah disediakan oleh UU Nomor 39 tahun 2009 bagi UMKM dan Koperasi.
*) Penulis adalah ASN fungsional muda di Kementerian Koperasi dan UKM
Copyright © ANTARA 2024