... untuk mempermudah pencapaian SDGs perlu upaya pemetaan kembali 17 poin SDGs dan membaginya menjadi 4 kategori yang lebih kecil.
Jakarta (ANTARA) - Sustainable Development Goals (SDG) merupakan seperangkat tujuan, target, dan indikator yang disepakati dunia, yang diharapkan dapat digunakan secara universal oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ini diharapkan dapat digunakan oleh negara-negara tersebut untuk membingkai agenda dan kebijakan politik mereka selama 15 tahun ke depan.
Konsep keberlanjutan ini merupakan sebuah sistem yang berkaitan dengan pengembangan produk, barang, dan jasa yang pengembangannya melibatkan pemenuhan kebutuhan kita saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang.
Jadi, pada prinsipnya, dengan SDGs maka generasi pada masa depan tetap dapat memanfaatkan sumber daya yang ada atau dengan kata lain bagaimana manusia saat ini memanfaatkan lingkungan secara bijak.
Namun dalam beberapa waktu terakhir, SDGs banyak mendapatkan kritik dan catatan karena dianggap terlampau luas dengan fokus yang tidak terlalu jelas.
Target-target yang ambisius dengan milestone yang belum terlalu konkret itu mendatangkan pesimisme tersendiri tentang apakah ada peluang untuk berhasil mencapainya?
Meskipun sejujurnya, memang hampir mustahil
seluruh sub-target dapat terpenuhi. Terlebih karena PBB juga belum melakukan perannya dengan optimal dalam hal membuat prioritas.
Oleh karena itu, maka penting bagi Indonesia untuk menetapkan beberapa tujuan konkret dan memilih beberapa target yang realistis secara nasional meskipun Indonesia sendiri mengalami progres yang cukup signifikan.
Menurut laporan SDSN 2023, Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-75 dari 166 negara dalam hal progres SDGs, meningkat 27 peringkat dari 2019.
Berdasarkan data Bappenas, Indonesia telah mencapai -- secara rata-rata -- 63 persen dari total 216 indikator rencana aksi program SDGs periode 2021-2024.
Namun demikian, angka tersebut masih belum mendorong kemajuan pencapaian SDGs di tingkat regional mengingat development gap atau ketimpangan pembangunan yang masih cukup tinggi khususnya pada pilar sosial.
Pilar sosial ini mencakup poin (1) Tanpa Kemiskinan, (2) Tanpa Kelaparan, (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera, (4) Pendidikan Berkualitas, dan (5) Kesetaraan Gender. Pada intinya, pilar sosial ini bertujuan tercapainya pemenuhan hak dasar manusia yang berkualitas secara adil dan setara untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
17 Poin SDGs
SDGs telah disepakati oleh 193 negara di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 25 September 2015.
Indonesia juga turut mengadopsi dan melaksanakan konsep SDGs untuk tercapai pada tahun 2030. Sebanyak 17 poin SDGs menjadi fokus-fokus di berbagai negara untuk mewujudkan tujuan besar ini mencakup penghapusan kemiskinan (no poverty) di mana pengentasan kemiskinan menjadi salah satu agenda utama dalam SDGs demi mengakhiri segala bentuk jenis kemiskinan.
Kemudian menghilangkan kelaparan (zero hunger) melalui penggalakan pertanian dan ketahanan pangan yang juga menjadi salah satu agenda utama dalam perbaikan nutrisi. Lalu kesehatan yang baik dan kesejahteraan (good health and well-being) dengan menggalakkan gaya dan hidup sehat serta mendukung kesejahteraan bagi semua untuk segala rentang usia.
Pendidikan bermutu (quality education) menjadi yang keempat melalui penyelenggaraan pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan setara untuk dapat diakses oleh semua orang, serta mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
Selanjutnya kesetaraan gender (gender equality) dengan memperjuangkan kesetaraan gender, memberdayakan semua kalangan perempuan, memerintah dengan efektif, dan mengentaskan kemiskinan sebagai upaya memperkuat kemampuan negara untuk berkembang pesat,
Poin keenam adalah ketersediaan air bersih dan sanitasi (clean water and sanitation) dengan menjamin ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan, serta sistem sanitasi untuk semua.
Ketujuh yakni energi bersih dan terjangkau (affordable and clean energy) dengan memastikan ketersediaan energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern bagi semua.
Kemudian pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (decent work and economy growth) dengan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh produktif, serta pekerjaan yang layak.
Kesembilan terkait industri, inovasi, dan infrastruktur (industry, innovations, and infrastructure) dengan pembangunan infrastruktur yang tangguh, mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, serta memfasilitasi perkembangan inovasi.
Lalu mengurangi ketimpangan (reduce inequality) di dalam dan antar negara. Selanjutnya terkait kota dan komunitas yang berkelanjutan (sustainable cities and communities) dengan membuat perkotaan dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
Poin ke-12 yakni konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (responsible consumption and production) dengan memastikan pola konsumsi dan produksi yang berimbang dan berkelanjutan, sehingga tidak ada ketimpangan supply dan demand.
Berikutnya penanganan perubahan iklim (climate action). Lalu menjaga ekosistem laut (life below water) dengan mengonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra, dan maritim.
Poin ke-15 terkait upaya menjaga ekosistem darat (life on land) dengan melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, seperti pengelolaan hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan (desertifikasi), menghambat dan membalikkan degradasi tanah, serta menghambat hilangnya keanekaragaman hayati.
Lalu perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat (peace, justice, and strong institution) dengan mendukung masyarakat yang damai dan inklusif, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua, serta membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di segala lapisan untuk pembangunan berkelanjutan.
Terakhir, terkait kemitraan untuk mencapai tujuan (partnership for the goals).
SDGs ini tidak serta merta menjadi tanggung jawab negara saja. Peran seluruh elemen masyarakat termasuk generasi muda juga penting untuk membantu mewujudkannya.
Optimisme SDGs
Bank Dunia telah memulai proses ini dalam Laporan Pemantauan Global 2014/2015 yang baru-baru ini diterbitkan.
Namun mereka menunjukkan bahwa memenuhi target 3 persen penduduk miskin pada tahun 2030 akan sulit dilakukan, meskipun hal ini dapat dilakukan dalam skenario yang paling optimistis.
Ini adalah skenario ketika masih terdapat 200 juta penduduk miskin di Afrika Sub-Sahara pada tahun 2030, sementara kemiskinan praktis diberantas di tempat lain, termasuk di Asia Selatan yang terdapat lebih dari 300 juta penduduk miskin saat ini.
Maka solusinya yakni mencari tahu tantangan terbesar atau poin SDGs mana yang paling sulit dicapai. Sebab sebagaimana diketahui terdapat tantangan di semua dimensi penting.
Misalnya, untuk memberantas kemiskinan di Asia Selatan dalam waktu 15 tahun merupakan sebuah tantangan besar.
Mengakhiri segala bentuk kekurangan gizi dalam 15 tahun ketika 50 persen anak-anak di Asia Selatan dianggap kekurangan gizi, tampaknya tidak realistis.
Kemudian untuk mengurangi angka kematian anak di semua negara menjadi 2,5 persen sebelum tahun 2030, ketika angka tersebut masih sekitar 10 persen di Afrika Sub-Sahara, juga tidak realistis.
Beberapa dari 100 sub-target mungkin layak untuk dicapai, namun target penting untuk mengurangi kemiskinan, angka kematian, dan kekurangan gizi ditetapkan pada tingkat yang tampaknya tidak dapat dicapai pada tahun 2030.
Maka untuk mempermudah pencapaian SDGs perlu upaya pemetaan kembali 17 poin SDGs dan membaginya menjadi 4 kategori yang lebih kecil. Dengan klaster yang lebih sedikit diharapkan pencapaian target prioritas lebih mudah.
Rujukan yang dapat diambil untuk empat klaster dimaksud terkait tujuan kemasyarakatan sebagai dimensi pembangunan berkelanjutan yakni pertama, pembangunan ekonomi (termasuk pengentasan kemiskinan ekstrem); kedua, inklusi sosial; ketiga, kelestarian lingkungan; dan keempat, tata kelola yang baik termasuk perdamaian dan keamanan.
Selanjutnya Pemerintah harus memilih target prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi lokal.
Dengan klaster prioritas yang ingin dicapai, pemerintah dapat memetakan langkah konkret untuk mencapai target SDGs dengan jalan yang sangat masuk akal.
Hingga saat ini, bagi Indonesia, ada beberapa kendala yang menjadi tantangan untuk tercapainya SDG. Salah satunya bagaimana mahadata (big data) bisa menjadi satu-satunya acuan ketercapaian SDG Indonesia pada level nasional, maupun tingkat lokal atau regional.
Ini menjadi tantangan tersendiri, belum lagi ditambah kemungkinan adanya data silos di berbagai kementerian dan lembaga yang masih menjadi hambatan untuk memiliki data resmi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Maka hal yang perlu dilakukan saat ini yakni koordinasi, sinkronisasi, dan konsolidasi tidak hanya pada level kebijakan, namun juga dari sisi data yang harus terintegrasi sehingga bisa menjadi acuan untuk mencapai target dalam mewujudkan “agenda dunia pembangunan untuk perdamaian dan kemakmuran manusia dan planet Bumi sekarang dan masa depan...".
*Penulis adalah Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan.
Copyright © ANTARA 2024