Jakarta (ANTARA) - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, mengimbau masyarakat untuk sama-sama mengawal hasil Pemilu 2024.

Berdasarkan siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu, Haidar menyarankan kepada masyarakat yang tak puas dengan hasil pemilu dapat mengumpulkan bukti untuk dilaporkan ke Bawaslu RI maupun Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bukan malah menghasut masyarakat untuk tidak mempercayai hasil pemilu," kata Haidar.

Menurut dia, audit investigasi terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), KPU RI tidak akan mengubah hasil pemilu. Hal itu menyusul desakan dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud dan Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies-Muhaimin (AMIN) yang merasa dirugikan oleh Sirekap.

"Audit investigasi tidak akan mengubah hasil pemilu, karena Sirekap hanya sebagai alat bantu. Hasil pemilu yang sebenarnya tetap ditentukan oleh rekapitulasi penghitungan suara secara manual yang dilakukan berjenjang dari tingkat bawah hingga nasional," jelasnya.

Baca juga: Timnas AMIN usul agar KPU bisa menerapkan AI dalam Sirekap

Haidar menjelaskan keberadaan Sirekap merupakan bagian dari transisi atau proses perubahan penyelenggaraan pemilu dari manual ke digital.

Dengan adanya audit investigasi, sambung dia, justru dapat mengidentifikasi kelemahan Sirekap untuk disempurnakan. Kondisi itu juga dapat digunakan sebagai acuan ketika Indonesia sudah menerapkan e-counting sepenuhnya di masa yang akan datang.

"Teknologi yang ada saat ini semuanya melewati proses penyempurnaan. Contoh gampangnya, teknologi hp yang kita gunakan saat ini adalah hasil penyempurnaan temuan puluhan tahun lalu," kata Haidar.

Sementara itu, Haidar tak menampik kelemahan Sirekap telah menimbulkan kebingungan bahkan kegaduhan di masyarakat maupun di kalangan peserta pemilu.

Baca juga: Ketua Bawaslu: Silakan siapa pun audit Sirekap

Dia menilai ihwal itu tidak akan terjadi jika semua pihak memahami penentuan hasil pemilu bukan dari penghitungan Sirekap, melainkan dari penghitungan manual berjenjang.

Lalu, hitung cepat atau quick count yang dilakukan sejumlah lembaga survei kredibel merupakan bentuk partisipasi non-pemerintah yang diatur dalam Pasal 448 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Bahkan, di banyak negara, hitung cepat merupakan alat kontrol hasil pemilu yang akurasinya terbukti, sepanjang memakai metode ilmiah yang benar.

"Pemahaman tersebut menjadi sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah dan mudah terprovokasi oleh adanya propaganda kecurangan pemilu," ujar Haidar.

Baca juga: KPU: Kami juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan
Baca juga: KPU RI koreksi salah konversi Formulir Model C-1 Plano pada Sirekap

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2024