Lhasa (ANTARA) - Saat sinar matahari pagi menerangi kota kuno Lhasa, Ibu Kota Daerah Otonom Xizang, China barat daya, sebuah kompleks tempat tinggal dipenuhi dengan ucapan selamat tahun baru tradisional dalam berbagai bahasa, yaitu "Chunjie Kuaile" (berarti "Selamat Merayakan Festival Musim Semi" dalam bahasa Mandarin) dan "Losar Tashi Delek" (berarti "Selamat Tahun Baru" dalam bahasa Tibet).
Kompleks hunian yang dinamai Ngangpa Kangchung, permukiman bergaya Tibet di pusat kota Lhasa, tersebut merupakan rumah bagi sekitar 70 warga dari etnis Han, Tibet, Hui, dan beberapa kelompok etnis lainnya.
Mengingat perayaan Tahun Baru Tibet bertepatan dengan Tahun Baru Imlek atau dikenal sebagai Festival Musim Semi, yang tahun ini jatuh pada Sabtu (10/2), warga di kompleks multikultural tersebut menikmati hidangan tradisional yang lezat dari berbagai kelompok etnis dan merayakan kedua festival itu bersama-sama.
Sun Jianxue beserta istrinya Sonam Badran menjamu tetangga mereka yang berkunjung dengan "chema", kotak kayu berisi biji-bijian yang berwarna-warni dan tepung jelai, yang melambangkan keberuntungan dan kemakmuran dalam budaya Tibet.
"Tetangga dari berbagai kelompok etnis di kompleks ini telah membaur dengan baik, layaknya mentega dan daun teh dalam teh mentega," ujar Sun (62).
Sun, warga etnis Han yang merupakan pensiunan pekerja konstruksi jalan asal Provinsi Gansu, menikahi istrinya yang berasal dari Tibet pada 34 tahun yang lalu saat dia bekerja di Xizang. Selama bertahun-tahun, Sun mulai menggemari makanan Tibet seperti tsampa dan teh mentega. Dia juga terbiasa membuat kudapan goreng tradisional untuk menyambut Tahun Baru Tibet.
Pada Sabtu, Sun memasak mi daging sapi, hidangan khas kampung halamannya, untuk keluarganya. Mereka juga menikmati hidangan hand-grabbed rice yang hangat dan segar saat mengunjungi tetangga mereka yang beretnis Hui.
Rigzin, yang mengelola sebuah toko kelontong kecil di lantai pertama kompleks tersebut, menyampaikan bahwa para tetangga telah tinggal di kompleks itu selama beberapa dekade dan sangat akrab satu sama lain.
"Jika ada rumah tangga di kompleks itu yang sangat membutuhkan minyak, garam, kecap, atau cuka untuk memasak, putra saya akan mengantarkannya ke depan pintu tempat tinggal mereka sesegera mungkin usai menerima panggilan," kata Rigzin.
Xizang telah lama memiliki tradisi pertukaran, komunikasi, dan integrasi yang erat di antara kelompok-kelompok etnis sejak zaman kuno. Pada abad ketujuh, Raja Tibet Songtsen Gampo menikahi Putri Wencheng dari Dinasti Tang (618-907), yang mengawali babak baru dalam membangun ikatan di antara berbagai kelompok etnis.
Kini, sekitar 88 persen dari 3,65 juta warga di daerah tersebut merupakan etnis Tibet dan kelompok etnis minoritas lainnya.
Di Lhasa saja, terdapat lebih dari 100 kompleks multikultural yang serupa dengan Ngangpa Kangchung.
Ma Chenghu, warga etnis Hui, telah menjadi tetangga Sun selama lebih dari 20 tahun.
Ketika Sun dan istrinya perlu mengganti tabung gas mereka, Ma siap membantu pasangan lansia tersebut, dan kemudian mereka akan menikmati hidangan bersama.
"Tetangga dekat lebih baik dibandingkan dengan saudara yang tinggal jauh," tutur Sun.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024