Saya lihat kok jadi kurang efektif. Kalau kita perbaiki sistem maka biayanya terlalu besar, tapi ya kita lihat saja yang terjadi dengan bobot pertanyaannya,"

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) mengatakan ketidaksetujuannya terkait wacana uji kelayakan dan kepatutan hakim agung setiap lima tahun sekali yang akan dilakukan oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Saya lihat kok jadi kurang efektif. Kalau kita perbaiki sistem maka biayanya terlalu besar, tapi ya kita lihat saja yang terjadi dengan bobot pertanyaannya," kata Ridwan Mansyur, di Jakarta, Jumat.

Menurut Ridwan, uji kelayakan tersebut hanya akan mengulang proses yang sudah pernah dilakukan dan justru sangat riskan masuk dalam ranah politik, dalam menentukan siapa saja yang berhasil lolos tes uji kelayakan.

"Kalau misalnya pas dites lalu salah ngomong, kemudian di-stop kan sangat sayang. Apalagi ini masuk dalam ranah politik. DPR bisa kalau tidak suka ya tidak diloloskan," tandas Ridwan.

Sementara Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrahman Syahuri mengatakan lembaganya menyetujui adanya uji kelayakan hanya saja secara keilmuan bukan melalui DPR.

"Kalau lewat keilmuan saya setuju, tapi kalau uji kelayakan di DPR kurang bagus karena politik," kata Taufiq.

Dia mengatakan proses uji kelayakan itu tidak melalui proses politik, tapi keilmuan yang merangkul ahli-ahli untuk mengujinya sehingga tidakterjadi maka akan ada tawar-menawar, yang masuk dalam proses politik lagi.

Dalam pemberitaan sebelumnya, dalam rapat Panja Rancangan Undang-Undang Mahkamah Agung (RUU MA) di Komisi III DPR pada Kamis (5/9), mewacanakan uji kelayakan hakim agung secara berkala.

Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin mengatakan pengujian periodik dan masa jabatan diperlukan agar setiap hakim agung mawas diri dalam membuat putusan.

Menurut dia, selama ini DPR sebagai pihak yang melakukan fit and proper test selalu disalahkan.

Nantinya, usulan tersebut akan dimasukkan dalam revisi UU MA agar usia pensiun hakim agung pada usia 67 tahun memungkinkan untuk dikontrol selama bertugas.

Bahkan, uji kelayakan secara reguler ini juga nantinya dapat digunakan untuk evaluasi kerja selama lima tahun terakhir tanpa melalui Komisi Yudisial (KY).

Jika tidak lulus dalam uji kelayakan dan kepatutan, maka DPR dapat mencopot dari jabatan hakim agung. Hal ini semata-mata untuk memperbaiki kinerja MA.
(J008/R021)

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013