Los Angeles (ANTARA) - Studi yang dilakukan Institut Kesehatan Nasional (NIH) Amerika Serikat (AS) menyebutkan bahwa wanita-wanita hamil yang menerima suntikan dosis pertama atau dosis booster vaksin COVID-19 berbasis mRNA selama masa kehamilan dapat memberikan perlindungan yang kuat kepada bayi mereka terhadap infeksi COVID-19 bergejala setidaknya selama enam bulan setelah lahir.

Studi sebelumnya menemukan bahwa ketika wanita sukarelawan yang sedang hamil menerima dosis pertama dan dosis booster vaksin COVID-19 m-RNA, antibodi yang diinduksi oleh vaksin tersebut dapat ditemukan dalam darah tali pusat bayi mereka yang baru lahir.

Hal itu menunjukkan bahwa bayi tersebut kemungkinan besar memiliki perlindungan terhadap COVID-19 ketika mereka masih terlalu muda untuk menerima vaksin secara langsung, ungkap NIH dalam sebuah rilis pada Rabu (14/2).

Namun para peneliti tidak mengetahui berapa lama tingkat antibodi ini akan bertahan atau seberapa baik bayi-bayi tersebut akan benar-benar terlindungi.

Dalam studi ini, para peneliti NIH menganalisis data dari 475 bayi di sembilan lokasi di AS. Bayi-bayi tersebut dievaluasi dengan setidaknya satu kali kunjungan tindak lanjut selama enam bulan pertama setelah lahir.

Berdasarkan sampel darah dari bayi-bayi tersebut, para peneliti menemukan bahwa bayi-bayi yang baru lahir dengan tingkat antibodi tinggi saat lahir juga memiliki perlindungan yang lebih besar dari infeksi COVID-19 selama enam bulan pertama kehidupan mereka.

Temuan ini, yang telah dipublikasikan di jurnal Pediatrics, memperkuat pentingnya mendapatkan vaksin dan booster COVID-19 selama masa kehamilan untuk memastikan bahwa bayi dilahirkan dengan perlindungan kuat yang bertahan hingga mereka cukup umur untuk divaksinasi langsung.

Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2024