Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta agar bersikap tegas dalam melindungi kontrak bisnis yang sudah ditandatangani dengan pihak investor, terutama di bidang minyak dan gas bumi, karena keraguan dapat merusak iklim dan citra investasi Indonesia di dunia internasional. "Apabila iklim investasi yang mulai membaik ini kembali diganggu dengan pemutusan kontrak secara sepihak, maka hal itu dapat mengganggu upaya meningkatkan produksi migas," kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional (Aspermigas), Effendi Siradjuddin, di Jakarta, Selasa, menanggapi upaya beberapa pihak mempermasalahkan kontrak Blok Cepu di Jawa Tengah. Ketua Umum Kaukus Migas itu mengingatkan bahwa salah satu aspek penting memperbaiki kondisi perekonomian nasional adalah mendorong masuknya investasi asing ke dalam negeri. Sebab, Indonesia tidak mungkin hanya bertumpu pada investasi lokal yang kemampuannya relatif terbatas dari segi finansial. Sementara potensi sumberdaya alam yang dimiliki cukup besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Agar investor asing bisa masuk ke Indonesia, pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang kondusif antara lain menjamin kepastian hukum dan menghormati kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani," kata Effendi. Kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia belakangan ini, menurut dia, merupakan momentum bagi Indonesia untuk menarik investor asing. Diharapkan, kehadiran investor asing dapat mempercepat peningkatan produksi migas secara optimal mengingat penurunan produksi migas nasional sudah mencapai 40 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, katanya. Sementara itu, Pemerintah bersama kalangan bisnis di bidang migas dapat mempersiapkan kerangka kebijakan yang lebih strategis, untuk melipatgandakan produksi migas. "Melipatgandakan produksi jangan diartikan dari sudut perolehan devisa semata. Tapi bagaimana mengembangkan industri hilir migas untuk mengoptimalkan nilai tambah dan memperluas lapangan kerja, baik di hulu maupun di hilir, dengan melibatkan seluruh potensi migas nasional, mencakup pusat dan daerah," ujarnya. Menguntungkan Negara Menanggapi kontrak Blok Cepu di Jawa Tengah yang ditangani bersama operator ExxonMobil dan Pertamina, Effendi menilai cukup menguntungkan negara. Secara lebih tehnis Effendi menjelaskan, dari 100 persen hasil minyak yang diproduksi Blok Cepu, Pemerintah mendapat 85 persen dan kontraktor mendapat sekitar 15 persen, setelah dikurangi investasi dan ongkos produksi. Dari bagian 15 persen kontraktor dibagi kepada tiga pihak yang memiliki Working Interest yaitu ExxonMobil, Pertamina dan Pemda. Working Interest menunjukan, kewajiban bagian investasi dan hak atas minyak dari bagian kontraktor yakni ExxonMobil sebesar 45 persen, Pertamina 45 persen dan pemda 10 persen. Dengan demikian, ExxonMobil memperoleh senilai 45 persen dari 15 persen yaitu 6,75 persen. Sementara Pertamina memperoleh jumlah yang sama yaitu 6,75 persen dan Pemda memperoleh 10 persen dari 15 persen yaitu 1,5 persen. Ia menilai, porsi yang diperoleh kontraktor ExxonMobil, Pertamina dan Pemda, masih sangat wajar jika dibandingkan dengan resiko dan besarnya investasi yang ditanamkan. Namun yang lebih penting, menurut Effendy, pemanfaatan dana investasi 2,5 miliar dolar AS yang ditanamkan kontraktor secara proposional termasuk Pertamina. Dana tersebut harus benar-benar diserap oleh produk barang dan jasa nasional, sehingga bisa membuka banyak lapangan kerja dan memutar roda perekonomian bangsa, katanya. "Itulah yang harus dikawal dengan ketat, bukan hanya bagi kontrak Cepu, tapi juga pada kontrak-kontrak kerjasama asing maupun nasional lainnya. Jadi masalah Cepu harus dilihat dari kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan negara," ujarnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006