Jakarta (ANTARA) - Piala Asia 2023 bukan satu-satunya turnamen besar yang diadakan oleh Qatar tahun ini, walau merupakan Piala Asia yang paling besar sepanjang sejarah turnamen ini.

Turnamen kontinental itu hanyalah satu dari puluhan ajang olahraga besar yang digelar negara kaya raya itu.

Dengan pendapatan per kapita sebesar 114.648 dolar AS, Qatar adalah negara terkaya kelima di dunia pada 2022. Nilai sebesar itu dua kali lipat dari per kapita Amerika Serikat dan 10 kali lipat dari per kapita Indonesia.

Pada 12 Februari 2024, negara itu merayakan salah satu hari besar yang juga hari libur nasional, yakni hari olahraga.

Untuk kepentingan hari besar itu, mereka menyelenggarakan banyak kegiatan olahraga.

Komite Olimpiade Qatar (QOC) sendiri akan menyelenggarakan 85 event selama 2024, atau rata-satu satu ajang olahraga untuk setiap 4,5 hari.

Lima belas dari 85 acara olahraga itu adalah ajang tingkat internasional.

Mulai 2 sampai 18 Februari, negara itu menggelar World Aquatics Championships, yang menjadi ajang kualifikasi Olimpiade Paris 2024 untuk cabang olahraga renang dan akuatik lainnya.

Baca juga: FINA umumkan tanggal resmi Kejuaraan Dunia 2024 di Doha

Bulan ini juga mereka menggelar liga kriket dunia Legends League, turnamen tenis Qatar Open, dan turnamen golf Qatar Masters 2024.

Bulan depan ada turnamen voli pantai VW-Beach Pro Tour Elite16, sedangkan pertengahan tahun nanti bakal ada turnamen basket internasional.

Masih akan ada turnamen-turnamen internasional bulutangkis, anggar, atletik, taekwondo, angkat besi, bola tangan, dan banyak lagi.

Untuk tingkat kontinental, Piala Asia 2023 adalah satu dari 13 event tingkat benua yang diadakan Qatar tahun ini, yang masih ditambah dengan event tingkat Arab.

Jarang ada negara yang menggelar begitu banyak event olahraga dalam satu tahun penuh.

Tetapi fenomena ini sudah terjadi di Qatar sejak tahun-tahun lalu, termasuk yang terbesar, Piala Dunia 2022.

Ambisi terbesar Qatar sendiri adalah tuan rumah Olimpiade, tetapi sejauh ini gagal. Mungkin hanya soal waktu mereka berhasil mewujudkan mimpinya itu.

Dari event-event itu terlihat Qatar yang juga makin penting dalam proses resolusi konflik global termasuk perang di Jalur Gaza, agresif membangun citra global olahraga mereka.

Baca juga: Menteri olahraga Qatar puji penyelenggaraan Piala Asia AFC

Selanjutnya: Kian agresif
Kian agresif setelah Piala Dunia 2022

Mereka makin agresif setelah sukses menggelar Piala Dunia 2022 yang merupakan Piala Dunia FIFA termahal, termegah dan fenomenal, ketika Lionel Messi akhirnya meraih trofi dambaan yang sebelum ini tak bisa diraihnya.

Sayang, timnas sepak bola Qatar tak melalui Piala Dunia 2022 semulus mereka menyelenggarakan turnamen ini, karena tersingkir sejak fase grup dengan menggenggam statistik terburuk sepanjang sejarah Piala Dunia.

Kendati begitu, sukses mereka dalam menyelenggarakan Piala Dunia 2022 telah mengubah kawasan Teluk menjadi pusat olahraga global, yang kian menggoda pemangku kepentingan sport global menempatkan kawasan ini sebagai tempat nyaman untuk menyelenggarakan turnamen dan kompetisi olahraga.

Sukses Piala Dunia 2022 juga menular ke tetangga-tetangga Qatar, termasuk Arab Saudi yang dinobatkan sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA 2034.

"Keberhasilan Saudi tak akan terjadi tanpa sukses Piala Dunia 2022," kata Danyel Reiche, pakar politik olahraga, seperti dikutip Japan Times.

Negara-negara Teluk menyadari pentingnya olahraga sebagai soft power, yang penting dalam konteks diversifikasi ekonomi, dan juga pengaruh internasional sebuah negara.

Sejak revolusi Arab Spring yang mengguncang Timur Tengah awal dekade 2010-an, negara-negara Teluk intensif merangkul kebijakan luar negeri yang proaktif.

Mereka berusaha menjauhkan diri dari predikat hanya sebagai monarki yang kaya energi, tanpa pengaruh global yang signifikan.

Qatar sendiri menyadari bahwa sebagai negara kecil dengan medan manuver politik yang terbatas, memproyeksikan kekuatan dan pengaruh ke seluruh dunia adalah cara terbaik dalam membuatnya kuat, stabil dan berpengaruh.

Mereka tak punya militer yang besar, pun tak punya postur politik yang menentukan.

Tapi mereka bisa merangkul soft power yang sering memberikan visibilitas lebih besar guna bersaing dalam mendapatkan status internasional yang sama pentingnya dengan negara-negara besar.

Olahraga menjadi sebuah medan besar untuk memproyeksikan soft power itu. Dan itu sudah dilirik Qatar sejak merdeka pada 1971.

Monarki kecil ini sadar betul bagaimana harus menempatkan diri di antara para raksasa, khususnya Iran dan Arab Saudi.

Kesadaran untuk menempatkan diri dengan benar ini makin kuat setelah Irak menginvasi Kuwait pada 1990.

Tapi untuk menduduki posisi internasional yang benar itu, mereka mesti mendapatkan pengakuan internasional yang luas dan kuat.

Upaya itu mendapatkan momentum ketika Sheik Hamad bin Khalifa Al Thani "melengserkan" ayahandanya pada 27 Juni 1995.

Baca juga: Qatar siap lanjutkan kejayaan di Liga Champions Asia
Baca juga: Qatar tetap berkomitmen jadi tuan rumah Olimpiade 2032

Selanjutnya: Mempermudah pencapaian
Mempermudah pencapaian kepentingan nasional

Perubahan pun terjadi di Qatar, termasuk berdirinya saluran televisi Al Jazeera yang merupakan media paling independen di Timur Tengah dan alternatif untuk bias informasi dari media asing di kawasan ini.

Sadar tak bisa terus mengandalkan minyak dan bahwa kekayaan minyak harus dimanfaatkan untuk melanggengkan eksistensi dan meluaskan pengaruh Qatar, penguasa negara ini membentuk badan pengelola dana, Qatar Investment Authority (QIA) pada 2005.

Lengan investasi Qatar itu merambah ke mana-mana di seluruh dunia, termasuk olah raga, mulai dari membeli klub olahraga raksasa seperti Paris Saint Germain, sampai mensponsori ajang-ajang olahraga internasional.

Ayahanda Sheik Hamad sebenarnya sudah menjadikan olahraga sebagai poros pembangunan sosio-ekonomi Qatar, pada 1995.

Tujuan itu berpangkal pada dua hal, yakni mendorong warga Qatar gemar berolahraga, dan menegaskan posisi Qatar dalam diplomasi internasional dengan menyelenggarakan lewat ajang-ajang besar olahraga.

Di zaman sang ayah, Qatar menggelar turnamen internasional pertamanya, Doha Open yang merupakan turnamen tenis putra, pada 1993, yang disusul era sang putra dengan turnamen tenis edisi putri pada 2001.

Setelah itu, Qatar menyelenggarakan liga atletik dunia Diamond League, Asian Games 2006, hingga Kejuaraan Dunia Atletik 2019.

Rangkaian event itu mendorong Qatar bertambah percaya diri sampai berani melamar menjadi tuan rumah Olimpiade 2016 dan 2020. Sayang, semuanya gagal.

Tetapi mereka berhasil menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 yang tuntas dengan memuaskan FIFA dan para pemangku kepentingan sepakbola global.

Qatar adalah contoh negara yang menyadari betul nilai-nilai inheren olahraga seperti universalisme dan gaya hidup sehat, yang memiliki kemampuan mengilhami manusia untuk mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari entitas nasional sehingga menjadi alat komunikasi yang efektif bagi negara itu.

Bahkan olahraga kadang diasosiasikan dengan superioritas nasional dan ideologi, seperti dilakukan Benito Mussolini pada Piala Dunia 1934, dan Adolf Hitler dalam Olimpiade 1936.

Meskipun tak boleh ada lagi manusia seperti Mussolini dan Hitler yang memanipulasi kemuliaan olahraga, para pemimpin dunia telah memandang olahraga sebagai panggung untuk menunjukkan kebesaran negaranya dan pencapaian nasionalnya, termasuk dalam bidang ekonomi.

Event-event seperti Olimpiade pun kerap menjadi saluran untuk memberi pesan kepada dunia mengenai pencapaian nasional dan ekonomi yang direngkuh sebuah negara.

Pengakuan dunia atas pencapaian nasional itu sendiri penting dalam memperkuat ikatan nasional di antara elemen-elemen bangsa di suatu negara.

Intinya, olahraga sama pentingnya dengan alat-alat nasional yang digunakan untuk memproyeksikan kekuatan dan kepentingan nasional sebuah negara, termasuk diplomasi yang dari ke hari semakin inheren dengan olahraga.

Ini pula yang disadari dan tengah dipraktikkan Qatar, yang semakin asik merawat dan mengembangkan diplomasi olahraga untuk mencapai posisi dan pengaruh global sehingga mempermudah mereka mencapai kepentingan nasionalnya, kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Trigol Akram Afif bawa Timnas Qatar juara Piala Asia 2023
Baca juga: Sukses paripurna Qatar pupus nestapa Piala Dunia

Copyright © ANTARA 2024