Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Konstitusi menilai permohonan praktisi hukum Eggi Sudjana untuk uji materiil pasal penghinaan terhadap presiden dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) belum memenuhi norma konstitusi yang dapat menjelaskan kerugian konstitusional pemohon. Majelis Hakim yang diketuai Laica Marzuki dalam sidang panel pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa, justru mempertanyakan permohonan Eggi apakah sebenarnya berkaitan dengan pengujian fakta unsur penghinaan presiden yang seharusnya dibuktikan dalam proses persidangan perkara Eggi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. "Agak sulit bagi Mahkamah untuk menangkap argumen tentang rumusan kerugian konstitusional. Apakah ini bukan soal fakta unsur pidana yang pembuktiannya berada pada proses pengadilan yang sedang berjalan," kata hakim anggota Maruara Siahaan. Eggi yang didampingi kuasa hukumnya, Firman Wijaya, mengajukan uji materiil terhadap pasal 134 dan pasal 136 bis KUHP tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden secara sengaja. Ia menuturkan sejarah pasal 134 KUHP adalah untuk melindungi ratu Belanda dan gubernur jenderal Hindia Belanda yang dahulu bertugas di Indonesia, sehingga Eggi menilai pasal itu sudah tidak pas lagi untuk diterapkan. Menurut dia, pasal tentang penghinaan dengan sengaja kepada presiden dan wakil presiden bertentangan dengan pasal 27 UUD 1945 yang mengatur bahwa setiap warga negara sama kedudukannya dalam pemerintahan dan hukum. Eggi juga menilai penerapan pasal 134 KUHP itu dapat mengancam kebebasan warga negara untuk berkumpul dan berserikat seperti yang diatur dalam pasal 28F dan 28I UUD 1945. Menanggapi penilaian hakim konstitusi, Eggi mengatakan permohonannya tidak terbatas pada perkara yang tengah dihadapinya, tetapi juga pada keberlangsungan proses demokratisasi dan nasib para aktivis yang kerapkali dijadikan terdakwa penghinaan terhadap presiden. Namun, ia juga tidak membantah bahwa upaya uji materiilnya juga dimaksudkan agar dakwaan penuntut umum kepada dirinya tidak lagi memiliki dasar hukum apabila pasal penghinaan terhadap presiden dinyatakan tidak berlaku lagi. "Jika Majelis Hakim berpihak pada rasa keadilan dan kepastian hukum, maka hak konstitusi saya akan pulih dan penuntut umum tidak lagi memiliki dasar hukum untuk mengadili saya," katanya. Majelis Hakim Konstitusi memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya dalam 14 hari guna lebih memperjelas kerugian konstitusional yang dialami oleh pemohon akibat berlakunya pasal penghinaan terhadap presiden. Eggi didakwa melakukan penghinaan terhadap Presiden di PN Jakarta Pusat, terkait pernyataannya di depan wartawan bahwa Presiden dan beberapa pejabatnya menerima mobil mewah dari seorang pengusaha. Menurut dakwaan penuntut umum, pada 3 Januari 2006 di lobi Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Eggi di depan wartawan media cetak dan elektronik memberikan pernyataan kepada wartawan bahwa ia ingin mengklarifikasi kepada Ketua KPK atau jajaran KPK tentang adanya pengusaha yang memberikan mobil yang mungkin bermerk Jaguar kepada Kementerian Sekretaris Kabinet (sekab) dan Jurubicara Presiden, juga kepada Presiden yang kemudian dipakai oleh anaknya. Persidangan terhadap Eggi pada pekan ini di PN Jakarta Pusat memasuki tanggapan penuntut umum terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa.
Copyright © ANTARA 2006