Kami menduga adanya `invisible hand` dengan sengaja menyebabkan Century kolaps dan kalah kliring

Jakarta (ANTARA News) - Mantan pemilik Bank Century Robert Tantular mempertanyakan kekalahan kliring bank tersebut pada 2008 yang menyebabkan dikucurkannya dana Rp6,7 triliun sebagai fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP).

"Kami menduga adanya `invisible hand` dengan sengaja menyebabkan Century kolaps dan kalah kliring, karena apabila Century kolaps atau kalah kliring akan ada campur tangan pemerintah sehingga ada dana senilai Rp6,7 triliun yang digelontorkan," kata pengacara Robert, Andy F Simangunsong di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Hari ini KPK kembali menjadwalkan pemeriksaa Robert dalam kasus korupsi pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik serta dua pegawai Bank Mutiara (nama Bank Century setelah diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan) yaitu Suherman dan Liza Monalisa.

"Kronologisnya pada 29 Oktober 2008 sudah ada permintaan dana untuk pemberian fasilitas Rp1 triliun demi menyelamatkan Bank Century, tapi saat itu tidak dapat dikabulkan sehingga pada 13 November Century kalah kliring dan `collapse`, saya tidak tahu apakah memang diskenariokan agar ada dana talangan Rp6,7 triliun," ungkap Andy.

Pada 13 November 2008, Gubernur Bank Indonesia saat itu Boediono membenarkan bahwa PT Bank Century Tbk telah kalah kliring (pembayaran utang piutang antarbank) yang selanjutnya mengakibatkan saham bank tersebut dihentikan sementara (suspensi) dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.

"Apalagi ada dana Rp2,2 triliun dari dana talangan itu yang langsung ditempatkan di Bank Indonesia dalam bentuk sertifikat Bank Indoneisa (SBI), perlu ditelusuri sekalipun mungkin di BI ada catatan Rp2,2 triliun apakah benar ada dana SBI milik Bank Century?," kata Andy.

Menurut dia, dana Bank Century juga tidak hanya berada di BI tapi juga di Bank Century.

"Di Bank Century sendri ada banyak dana yang dipertanyakan ke mana aliran dananya, yang wajar menjelaskannya adalah direktur utama Bank Century pasca diambil alih oleh LPS dengan direktur utama Bank Century di bawah bapak Maryono," tambah Andy.

Ia juga meminta KPK mengusut rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 23 November 2008 yang memutuskan tambahan dana talangan bagi bank tersebut.

"Pak Robert sendiri menganggap Rp1 triliun sudah cukup menyelamatkan seperti yang diminta pada 29 Oktober 2008, jadi jika ditanya apakah benar bank Century bank gagal berdampak sistemik, itu kembali ke penilaian KSSK," kata Andy.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

Bank Century mendapatkan dana talangan hingga Rp6,7 triliun pada 2008 meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen padahal berdasarkan aturan batas CAR untuk mendapatkan FPJP adalah 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia (BPI) No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008.

Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013