Jakarta (ANTARA News) - "Beruntunglah mereka yang tidak (jadi) berangkat tahun ini," demikian celetuk seorang rekan petugas usai melaksanakan umrah.
Pernyataan yang langsung dibantah oleh rekan yang lain, tetapi menyiratkan kegetiran, betapa jemaah akan menghadapi tantangan berat pada ibadah haji musim haji 1434 H/2013 M.
Selain tantangan secara fisik seperti sengatan terik matahari dan ancaman virus corona, adalah kondisi Masjidil Haram yang sedang direnovasi, tepat pada bagian paling penting, yaitu area thawaf (mathaf).
Harus diakui proyek perluasan masjid itu sejak beberapa waktu terakhir menjadi topik hangat dalam persiapan penyelenggaraan ibadah haji, termasuk Indonesia.
Affan Rangkuti dan Zakaria Anshori, dua petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, dalam surat elektroniknya kepada Antara, Kamis malam, menggambarkan bahwa renovasi -sesungguhnya lebih tepat disebut perombakan- masjidil Haram tetap berlangsung yang mengakibatkan terlihat demikian begitu semrawutnya.
Kondisi itu akan sangat dirasakan oleh jemaah haji akibat berdirinya dinding temporer pengaman proyek yang terpasang di hampir semua bagian masjid. Dinding ini memisahkan area sa`i (mas`a) dengan area thawaf (mathaf).
Akibat belum rampungnya proyek ini, sekitar 42.200 orang calon jemaah haji Indonesia tidak bisa berangkat pada tahun ini. Mereka terpaksa harus menerima dengan ikhlas kebijakan pengurangan kuota yang diberlakukan. Pemerintah Kerajaan Saudi memberlakukan pengurangan kuota di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Alasannya, demi kenyamanan dan keselamatan tamu Allah itu sendiri.
Pada musim haji 1434 H/2013 M, jumlah jamaah haji Indonesia yang berangkat sebanyak 168.800 dengan rincian 155.200 orang untuk haji reguler dan haji khusus 13.600 orang. Ini setelah dilakukan pemotongan kuota sebesar 20 persen dari kebijakan Saudi Arabia akibat dampak perluasan kompleks Masjidil Haram.
Jumlah yang dipotong sebanyak 42.200 dengan perhitungan berdasarkan basis kuota 211.000 orang. Jumlah potongan itu terdiri atas 38.800 haji reguler, dan 3.400 haji khusus. Selain itu, pada musim haji kali ini, Ditjen PHU menyertakan petugas haji non-kloter sebanyak 800 orang dari berbagai instansi.
Renovasi tetap jalan
Renovasi Masjidil Haram, khususnya area mathaf pada kenyataannya menuntut kerelaan ratusan ribu umat muslim di dunia untuk menunda keberangkatannya untuk berhaji. Bagi mereka yang beruntung bisa berangkat tahun ini tentu akan menyaksikan proses pembangunan masjid terbesar di dunia itu. Pasalnya, renovasi akan tetap berjalan. Di sisi lain tetap akan menuai problem saat pelaksanaannya.
Mengapa? Ya, karena jutaan orang akan berkumpul dalam tempat yang sama untuk melakukan proses ibadah walaupun tidak dalam waktu yang bersamaan. Hal ini menjadikan tantangan tersendiri dalam melaksanakan beribadah. Kualitas keimanan dan ketaqwaan akan lebih ditampilkan, apalagi dalam situasi yang seperti ini.
Menurut Affan Rangkuti, sebelum masuk masjid saja, jemaah sudah disuguhi pemandangan berupa alat-alat berat yang merusak keindahan masjid di waktu normal.
Untuk itu, kata Affan, minat dokumentasi seperti mengabadikan ibadah dengan foto atau video sebaiknya ditunda dulu. Disamping hal ini bukan bagian dari pada ibadah, kualitas bidik dan sorotnya pun akan jauh dari nilai estetika. Karena hasilnya pasti akan menyertakan Masjid dan Kabah dengan tonggak konstruksi sementara dan alat-alat berat.
Jika biasanya jemaah sambil sa`i dapat memandang Ka`bah secara langsung dengan puas dari berbagai penjuru dalam masjid, maka sekarang hanya terlihat dari atas bukit Shafa/Marwa, sambung Zakaria. Itu pun terhalang oleh stager-stager yang kekar berdiri. Area mas`a juga akan menjadi pertemuan antara jemaah yang selesai melaksanakan thawaf dan akan melaksanakan sa`i dengan mereka yang akan masuk masjid melalui pintu-pintu di sisi timur masjid.
Ditambah minimnya petunjuk arah, hal ini berpotensi menimbulkan kepadatan yang luar biasa pada hari-hari puncak ibadah haji. Hal ini masih ditambah dengan bising suara mesin peralatan yang terus bekerja 24 jam, sehingga semakin mengganggu kekhusyukan beribadah.
Selain tantangan secara fisik seperti gambaran di atas, tantangan sebenarnya yang jauh lebih sulit adalah tantangan secara mental. Kesanggupan hati untuk menghadirkan kekhusyukan dalam beribadah di Pusat Bumi Talbiyah ini.
Tentu saja sebelum berusaha untuk khusyu` beribadah, pastikan terlebih dahulu bahwa tantangan-tantangan fisik di atas sudah diatasi. Karena itu, kata Zakaria, jemaah yang akan ke Masjidil Haram hendaknya sudah siap secara fisik.
Disinilah letak pentingnya jemaah haji memelihara kesehatan dengan mengonsumsi nutrisi yang memadahi dan istirahat yang cukup. Jemaah disarankan untuk tidak membawa uang dan perhiasan yang berlebih ketika hendak ke masjid untuk menghindari perstiwa kehilangan atau tindak kriminal.
Jika anda berkelompok, lakukanlah dalam kelompok-kelompok kecil dan perhatikan waktu-waktu saat mathaf tidak begitu ramai. Kalaupun terpisah, tidak perlu panik karena nanti akan bertemu dengan rekan jemaah ataupun petugas haji yang ditempatkan menyebar di seluruh luar maupun dalam masjidil Haram.
Petunjuk arah.
Perhatikanlah petunjuk yang ada, walaupun minim dan berbahasa Arab atau Inggris. Dua petunjuk yang perlu perhatian khusus adalah "to mathaf" yaitu arah menuju area thawaf dan "to mas`a" yaitu arah ke tempat sa`i. Janganlah memaksa untuk menuju area thawaf dengan cara menerobos masuk jalur jemaah dari arah berlawanan (dari arah thawaf) dan sebaliknya.
Usahakan untuk selalu berada dalam kondisi suci dari hadats selama thawaf agar tidak 'direpotkan' dengan mengulang-ulang wudhu, karena lokas zam-zam (yang sering digunakan untuk mengambil wudhu) sekarang tersembunyi di lorong jalan menuju mas`a. Yang tak kalah penting adalah fokus pada ibadah dan situasi sekitar.
Jika Jemaah sudah melampaui hambatan-hambatan fisik di atas, tantangan berikutnya tentu adalah berusaha khusyu` (takhassyu`) dalam ibadah thawaf dan sa'i. Lakukanlah thawaf dengan khidmat, penuh ketundukan untuk melaksanakan perintah Allah.
Hindari bercakap-cakap, baik secara langsung maupun melalui telepon seluler. Ingat bahwa thawaf adalah shalat, waktu untuk berkomunikasi secara langsung dengan Allah. Utarakan apa yang anda ingin sampaikan kepada Allah, entah itu puji-puji maupun doa-doa. Janganlah menimbulkan rasa sakit bagi jemaah lain dengan merangsek atau mendorong kerumunan orang.
Tidak ada doa thawaf tertentu yang wajib dibaca. Buku panduan doa yang disediakan pemerintah hanyalah pendukung, dan tidak perlu untuk `merasa terpanggil` berjuang mencium Hajar Aswad. Kalaupun ingin shalat di dalam Hijir Ismail, lakukanlah dengan santun dan sabar menunggu giliran pada saat-saat dibuka, imbau Zakaria.
Dengan demikian, Jemaah akan semakin mudah dalam memperoleh kepuasan tersendiri dalam beribadah di Masjid ini dengan spirit yang teramat kuat. Inilah yang akan melekat dalam memori kita ketika dengan sangat terpaksa berpisah dengan Baitullah nan mulia, agung dan berwibawa ini.
Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013