Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan pembentukan badan khusus penyelenggaraan ibadah haji di luar Kementerian Agama guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji.
"Kami mengusulkan pembentukan badan khusus untuk menyelenggarakan ibadah haji dan mengelola dana haji di luar Kementerian Agama. Masalahnya, apakah Kemenag mau fungsi penyelenggaraan ibadah haji dipisah darinya?," kata Peneliti ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi Ikatan Akuntan Indonesia dan Majalah Akuntan Indonesia tentang Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Haji.
Firdaus mengatakan ICW menyarankan agar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji direvisi guna memisahkan fungsi regulasi, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji, yang selama ini berada di bawah Kementerian Agama.
"Karena selama ini kan `jeruk makan jeruk`. Kelembagaan yang berfungsi sebagai regulator, eksekutor (pelaksana), dan `evaluator` (pengawas) berada pada `tangan` yang sama, yaitu Kemenag," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji harus memisahkan fungsi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama.
"Memang lebih baik dipisahkan, artinya Kemenag hanya memegang fungsi regulasi, maka perlu dibentuk badan khusus bisa BLU atau Badan Layanan Umum atau BUMN untuk pengelolaan ibadah haji," tuturnya.
Peneliti ICW itu menilai pentingnya pemisahan fungsi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dari Kemenag karena LSM pemantau korupsi itu menilai banyak kejanggalan dalam proses penyelenggaraan, khususnya terkait pengelolaan dana haji.
"Pada titik pengelolaan keuangan, kita akan menemukan beberapa persoalan laporan keuangan dana haji. Apabila terjadi penyimpangan penggunaan dana, belum jelas pertanggungjawabannya, apakah itu termasuk tindak korupsi atau tidak," katanya.
Menurut Firdaus, ICW menemukan beberapa persoalan dalam pengelolaan keuangan dana haji, khususnya terkait penggunaan dana optimalisasi yang merupakan bunga dari setoran awal calon jemaah haji.
"Dalam catatan ICW, dana optimalisasi itu selama ini lebih banyak masuk ke kantong Kemenag, misalnya untuk pelatihan dan sebagainya. Padahal, dana untuk kebutuhan seperti itu sudah dianggarkan dalam APBN," ungkapnya.
Pada diskusi itu, pihak Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan setuju dengan usulan ICW tentang pembentukan badan khusus penyelenggara ibadah haji di luar Kementerian Agama.
Namun, IAI mengusulkan agar badan khusus itu berbentuk BLU yang masih menjadi bagian dari satuan kerja pemerintah.
"Hal itu agar dana operasional tertentu dalam penyelenggaraan ibadah haji tetap masuk dalam APBN," kata Sekjen Kompartemen Akuntan Sektor Publik IAI Yusuf John.
Yusuf juga berpendapat badan khusus penyelenggara ibadah haji sebaiknya tidak berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar pengelolaan dana haji tidak menjadi rumit.
"Saya rasa kalau bentuknya BUMN itu tidak mungkin karena kekayaan milik BUMN itu kan statusnya kekayaan negara yang dipisahkan. Sementara itu, dana haji yang dari setoran calon jemaah kan bukan termasuk kekayaan negara," katanya.
(Y012/A039)
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013