Beirut (ANTARA News) - Kabinet Libanon dijadwalkan bersidang untuk mengirim pasukan ke Libanon selatan, kata sumber politik di Beirut hari Senin. Sejumlah sumber menyatakan Libanon mengharapkan keputusan mengirim tentara ke selatan itu akan melicinkan jalan bagi perbaikan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kemelut Timur Tengah tersebut. Mereka menyatakan langkah itu sudah lama ditunggu masyarakat dunia dan mendukung perubahan rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu, yang bertujuan mengahiri pertempuran --yang sudah berlangsung 27 hari-- antara Isarel dengan pejuang Syiah Libanon Hizbullah. Tentara Libanon hari Senin memanggil cadangannya sebelum kemungkinan penempatan 15.000 serdadunya di selatan, kata sumber keamanan dan politik yang dikutip kantor-kantor berita transnasional. "Ini langkah persiapan sebelum keputusan dikeluarkan kabinet untuk menempatkan 15.000 tentara di selatan," kata sumber politik, sementara sumber keamanan mengatakan, "Kami perlu menambah orang." Presiden Suriah Bashar Assad memperingatkan ketidak-mantapan, yang bertambah buruk, kalau rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Libanon disahkan tanpa persetujuan semua kekuatan politik di negeri itu. Kantor berita resmi Suriah melaporkan Bashar mengatakan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan melalui telefon hari Minggu, "Setiap keputusan tanpa kesepakatan rakyat Libanon akan menambah rumit keadaan dan memperparah ketidak-mantapan." Annan menelefon Bashar guna membahas rancangan resolusi buatan Amerika Serikat-Prancis, yang dianggap Suriah --pendukung utama pejuang Hizbullah-- hanya sepihak dan dikatakan ketua parlemen Libanon tak dapat diterima. "Sejumlah negara berusaha meraih keuntungan politik bagi Israel, yang tak dapat dicapai dengan mengobarkan perang," kata Bashar. Rancangan itu menyeru "penghentian penuh permusuhan dengan landasan penghentian segera oleh Hizbullah semua serangan dan penghentian segera oleh Israel semua serangan tentara". Rancangan tersebut secara tersirat memberi Israel hak melanjutkan gerakan "bela-diri" tentaranya tanpa menuntut penarikan segeranya dari wilayah Libanon, yang didudukinya sejak 12 Juli, ketika pejuang Hizbullah menangkap dua prajurit negara Yahudi itu. Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem di Beirut menyatakan rancangan resolusi itu dapat mengarah kepada perang saudara lain di Libanon, yang melewati perang saudara dari 1975 sampai 1990. Ketua Parlemen Libanon Nabih Berri mengatakan negaranya menolak rancangan tersebut, sehingga akan membiarkan pasukan pendudukan Israel tetap berada di wilayah Libanon. Rancangan resolusi tersebut menetapkan sebagian penyelesaian jangka panjang dengan landasan "penghapusan pasukan asing di Libanon tanpa izin pemerintahnya". Rancangan itu tak menyeru pertukaran tahanan, yang merupakan tuntutan utama kelompok gerilyawan pejuang Syiah Libanon Hizbullah. Bashar mengatakan Suriah mendukung sesuatu yang disepakati rakyat Libanon. Ia merujuk pada rencana perdamaian, yang disetujui kabinet Libanon bulan lalu, yang dikatakan pejabat Suriah dan Libanon sebagian besar tak disentuh dalam rancangan resolusi itu. Kabinet Libanon, termasuk dua menteri Hizbullah, melakukan pemungutan suara bagi rencana tersebut, yang menyeru penarikan pasukan Israel dari Libanon, termasuk tanah pertanian Shebaa, daerah dudukan Israel dan dianggap Perserikatan Bangsa-Bangsa milik Suriah, tapi dipandang Libanon-Suriah milik Libanon. Rencana itu juga menyeru pertukaran tahanan dan perluasan kehadiran pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Libanon selatan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006