Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Politik dari Pusat Penelitian Politik LIPI, Tri Nuke Pujiastuti MA, menilai nasionalisme bangsa Indonesia semakin menurun dengan tingginya euforia kedaerahan, kelompok dan keagamaan yang semakin tinggi. "Ini kemerosotan kebangsaan, padahal kita hidup dalam negara pluralis yang berbeda suku, budaya, bahasa, beda agama, dan perbedaan lainnya," katanya di Jakarta, Senin. Menjelang hari ulang tahun ke-61 Republik Indonesia pada 17 Agustus ini, ujarnya, bangsa ini seharusnya merenungkan diri untuk memperkuat wawasan kebangsaan daripada kepentingan daerah atau kelompok. Untuk memperjuangkan kepentingan bangsa pun, lanjut dia, adalah sangat lemah jika berpijak pada kepentingan kelompok, dan jauh lebih kuat kalau berpijak pada kepentingan bangsa. "Misalnya ketika mengutuk Israel, akan lebih kuat jika yang diperjuangkan adalah nilai-nilai universal seperti pelanggaran Hak Asasi Manusia yang memang sudah menjadi nilai-nilai bangsa ini dan telah tercantum pada UUD 1945 misalnya," katanya. Di era globalisasi, urainya, nasionalisme juga jangan diartikan sempit dengan hanya berupaya menjaga bangsanya dari pengaruh asing secara berlebihan, karena masuknya pengaruh asing tak akan bisa dicegah. "Tidak bisa kita menolak mentah-mentah semua yang dari luar, tetapi yang penting adalah bagaimana kita menyaring apa yang baik-baik saja dan membuang yang buruk-buruk," katanya. Menurut dia, soal nasionalisme esensinya bukan dikotomi antara sesuatu yang dari luar atau sesuatu dari dalam sendiri, tetapi apakah sesuatu itu bermanfaat atau tidak bagi bangsa, kalau tidak mensejahterakan atau malahan membuat bangsa ini makin terpuruk, seharusnya ditolak saja.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006