Karena kan film-nya juga baru rilis ya. Jadi masih dalam kajian kami. Kami akan lihat karena juga sudah ada komentar-komentar atau protes yang disampaikanJakarta (ANTARA) - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty menyarankan masyarakat untuk dapat segera menonton film dokumenter "Dirty Vote".
"Kami bahkan, kayak tadi, misalnya, ada enggak yang belum tonton? Kita menyarankan untuk segera ditonton karena ini menjadi autokritik terhadap proses penyelenggaraan pemilu di kita (Indonesia)," kata Lolly di kawasan Gambir, Jakarta, Selasa.
Menurut Lolly, pihaknya menjadikan kritik dari film dokumenter tersebut sebagai bagian refleksi dan evaluasi.
"Tetapi dalam konteks kinerja Bawaslu, maka kami tentu saja siap mempertanggungjawabkan seluruh kinerja yang sudah dilakukan dalam konteks penanganan pelanggaran yang kemudian dibidik dalam film itu," ujarnya.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa Bawaslu masih mengkaji adanya kampanye hitam atau "black campaign" dalam film dokumenter tersebut.
Baca juga: Bawaslu RI dalami dugaan fitnah dalami film "Dirty Vote"
Baca juga: Bawaslu temukan 355 pelanggaran konten internet selama masa kampanye
Baca juga: Bawaslu berterima kasih atas kritik dari film dokumenter "Dirty Vote"
"Karena kan film-nya juga baru rilis ya. Jadi masih dalam kajian kami. Kami akan lihat karena juga sudah ada komentar-komentar atau protes yang disampaikan," tuturnya.
Walaupun demikian, dia menjelaskan bahwa dirinya belum mendapatkan informasi mengenai adanya pelaporan dugaan kampanye hitam dalam film dokumenter "Dirty Vote".
Film dokumenter "Dirty Vote" disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," kata Dandhy.
Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
Dalam waktu kurang lebih 5 jam setelah siar di YouTube, film itu saat ini telah dilihat 355.831 orang dan dan disukai oleh 51.294 pengguna YouTube. Sementara hingga Selasa pukul 19.00 WIB, film tersebut telah disaksikan sekitar 7,5 juta penonton.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024