Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum Jakarta Selatan mengungkapkan bahwa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di Komplek Anggota DPR RI dan Kalibata City rawan keributan.
"Memang selama ini dari pemilu ke pemilu itu catatannya selalu ada masalah," kata Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jakarta Selatan, Atiq Amalia di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, di Kalibata City pada Pemilu 2024 terdapat 13 TPS yang dipusatkan di beberapa lapangan di kawasan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa Kalibata City yang berada di Kecamatan Pancoran, memang memerlukan perhatian khusus sehingga perlu adanya antisipasi. Untuk itu pihaknya meninjau lokasi tersebut sebelum dan saat hari pemungutan suara.
"Memang perlu mendapat perhatian khusus, termasuk kami besok akan turun bersama wali kota," tuturnya.
Atiq menambahkan, di pemilu sebelumnya, keributan yang terjadi di Kalibata City dikarenakan adanya warga yang memaksa untuk bisa menyalurkan hal suaranya. Padahal tidak memiliki hak pilih di TPS tersebut karena mereka kebanyakan merupakan pendatang.
Baca juga: Bawaslu Jaksel ingatkan saksi parpol tak hanya awasi suara partainya
Baca juga: Jakarta Selatan sudah turunkan 56 ribu APK peserta Pemilu 2024
Untuk mengantisipasi keributan, kata Atiq, sudah disepakati agar yang membuat keributan ditarik keluar TPS supaya tidak mengganggu jalannya pemungutan suara.
Menurut dia, hal itu telah dikoordinasikan dengan pengelola, Panwascam dan petugas terkait jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena itu harus dipastikan tidak ada keributan di TPS dan penyelesaian masalah dilakukan di luar TPS.
"Keributan biasanya dikarenakan penghuni menyodorkan KTP supaya bisa memaksa untuk memilih di sana. Dari pemilu ke pemilu selalu ada masalah seperti itu," katanya.
Selain di Kalibata City, TPS yang rawan keributan lainnya adalah di Komplek Rumah Jabatan Anggota DPR RI. Kasusnya pun serupa.
"Ada berapa ya titiknya, seperti di Kalibata City dan di sini (Rumah Jabatan Anggota DPR) juga ada. Di sini juga sama kasusnya, mereka tidak mendaftarkan, hanya menggunakan KTP. Jadi mereka memaksa juga untuk mencoblos," kata Atiq.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024