Nagan Raya, Aceh (ANTARA News) - Fungsi hutan rawa gambut Tripa atau Rawa Tripa yang mulai menghilang bersama peningkatan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit telah menggerakkan para pegiat lingkungan untuk melakukan upaya penyelamatan.
Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) mendesak pemerintah mencabut izin pengelolaan hutan di kawasan hutan rawa gambut seluas 61.803 hektare di pantai barat Pulau Sumatera itu dan segera menjadikannya sebagai kawasan konservasi.
Masyarakat 21 gampong yang tinggal di Tripa Bawah dan Seuneuam pada Juni 2010 juga menyampaikan petisi kepada Gubernur Aceh yang pada intinya meminta pemerintah mempercepat upaya penyelamatan Rawa Tripa.
Dalam petisi tersebut, mereka meminta pemerinntah mengembalikan kawasan ekosistem Leuseur Tripa yang tersisa seluas sekurang-kurangnya 20.000 hektare ke fungsi semula dan menetapkan Kawasan Ekosistem Leuser Tripa yang tersisa menjadi kawasan hutan lindung.
Angin segar datang pada para pemerhati lingkungan setelah pemerintah mencabut izin perluasan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 1.605 hektare untuk PT. Kallista Alam di Rawa Tripa, Nagan Raya, Aceh.
Satu jalan terbuka untuk mewujudkan harapan menjadikan Rawa Tripa sebagai kawasan konservasi yang bisa menjadi habitat nyaman bagi beruang madu (Helarctos malayanus), orangutan Sumatera (Pongo abelii), dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), serta hewan-hewan yang memberikan manfaat ekonomi bagi warga sekitar.
Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yang wilayah kerjanya mencakup sebagian besar hutan rawa gambut Tripa menyatakan bersedia mendukung upaya untuk menjadikan Rawa Tripa sebagai kawasan konservasi."Pemerintah kabupaten akan mengawasi pengamanannya," kata Bupati Nagan Raya, H. T. Zulkarnaini, di kantornya, Senin (16/09).
Namun dia baru mau bertindak melakukan pengawasan dan pengamanan kawasan bila sudah ada patok pembatas yang menegaskan tanda wilayah konservasi. Dan menurut dia urusan pemasangan patok pembatas wilayah konservasi bukanlah tanggung jawab pemerintah kabupaten.
"Siapa yang harus tanggung jawab? Apakah yayasan yang berkepentingan untuk itu? Jadi siapa yang mengeluarkan dana untuk membuat patok resmi? Yang pasti kalau sudah resmi baru kita awasi," katanya.
Menurut Estate Manajer Suak Bahung PT. Kallista Alam, Sutjandra, perusahaannya baru menanam kelapa sawit di areal seluas 140 hektare di kawasan Rawa Tripa.
Jika kondisinya demikian maka masih lebih dari 1.465 hektare areal pengusahaan hutan perusahaan itu belum digarap.
Selanjutnya kunci untuk mewujudkan harapan menjadikan areal hutan rawa gambut itu sebagai kawasan konservasi ada di tangan instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang berwewenang menerapkan kebijakan itu.
Para pegiat dan pemerhati lingkungan hanya bisa menunggu aksi nyata mereka untuk menyelamatkan hutan rawa gambut Tripa yang tersisa dan mengembalikan fungsinya sebagai penyokong kehidupan.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013