"Kita ingin produk Indonesia kembali menguasai pasar domestik," ujar Hidayat.
Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak perusahaan ritel mengutamakan pasokan dari produk dalam negeri dibandingkan impor guna meningkatkan kecintaan dan kegemaran masyarakat Indonesia terhadap produk negeri sendiri. "Kita minta supaya distributor, perusahaan ritel, dan pedagang agar mau memprioritaskan produknya dari dalam negeri dulu," kata Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat ketika ditemui di sela-sela Pameran Produksi Indonesia (PPI) 2006, diB Jakarta, Senin. Ia mengatakan saat ini banyak pusat perbelanjaan dan grosir seperti Pasar Tanah Abang (Jakarta) sebagian besar produk yang memperdagangkannya justru produk impor. Padahal, kata dia, penjualan produk dalam negeri, terutama kebutuhan sehari-hari dan produk konsumsi lainnya, turun sampai 30 persen sejak Oktober 2005 sampai sekarang. "Kalau terus menerus terjadi seperti itu, maka tidak nyaman bagi produk Indonesia," ujar Hidayat. Oleh karena itu, lanjut dia, Kadin bersama Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, dan Kantor Kementerian Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, menandatangani kesepakatan untuk mengkampanyekan "Gemar Produk Indonesia." "Kita ingin produk Indonesia kembali menguasai pasar domestik," ujar Hidayat. Diakuinya, penurunan penjualan produk dalam negeri juga terjadi karena menurunnya daya beli sejak kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 lalu. Namun, lanjut dia, produk dalam negeri semakin tertekan di tengah daya beli yang lemah akibat banyaknya produk impor yang lebih murah dan sayangnya seringkali masuk secara selundupan. Hidayat juga mengakui bahwa di tengah perdagangan bebas, persaingan dengan produk impor tidak bisa dihindarkan. Karenanya, di samping gerakan untuk mencintai produk Indonesia, lanjut dia, produk Indonesia juga harus memperbaiki diri agar lebih efisien. Pemerintah juga diharapkan terus memberi dukungan baik berupa insentif maupun perbaikan infrastruktur dan transportasi agar biaya produksi industri di dalam negeri tidak mahal dan mampu bersaing. "Jadi yang menentukan dalam daya saing produk itu sendiri, kita tidak bisa terus menerus melakukan gerakan ini (penggunaan produksi dalam negeri)," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006