"Islam bukan hanya sistem kepercayaan dan praktik keagamaan, namun juga komoditas politik menjadi komodifikasi oleh politisi selama kontestasi politik," kata Purwadi dalam forum diskusi budaya yang dipantau di Jakarta, Senin.
Purwadi mengatakan komodifikasi kesalehan Islam berfungsi untuk meningkatkan nilai pertukaran atau pemasaran kader politik.
Pada Pemilu 2019, BRIN melakukan riset komodifikasi kesalehan terhadap pemilihan umum presiden melalui pesan teks media sosial terutama Twitter.
Meskipun riset itu telah berumur lima tahun, kata Purwadi, kondisi Pemilu 2019 mirip dengan situasi yang terjadi dalam Pemilu 2024.
Baca juga: BRIN: Variabel agama mampu pengaruhi rasionalitas para pemilih
Baca juga: BRIN: Variabel agama mampu pengaruhi rasionalitas para pemilih
Lebih lanjut dia memandang setidaknya ada empat bentuk komodifikasi kesalehan, yaitu kesalehan berbasis pembangunan, kesalehan personal berorientasi sosial, nasionalisme berbasis Islamisme, dan Islamisme berbasis negara kesejahteraan.
"Keempat bentuk itu menarik dikaji. Kalau kita melihat kesimpulan dari artikel ilmiah tersebut yang tentu saja berbasis penelitian yang baik dan mendalam, kesalehan Islam menjadi instrumen politik," kata Purwadi.
Peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN Karman mengatakan Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim dan sekaligus negara terbesar nomor tiga di dunia.
Menurut dia, apabila negara-negara Islam di kawasan maghribi, seperti Mesir, Tunisia, Libia, dan Aljazair digabung, maka jumlah penduduk Muslim mereka masih kalah banyak dibandingkan dengan Indonesia.
"Indonesia adalah negara Islam yang kompatibel dengan demokrasi. Namun, persoalannya adalah proses politik khususnya dalam hal ini pemilihan umum ada interplay dengan dinamika keislaman itu sendiri," kata Karman.
Baca juga: BRIN: Kesalehan capres-cawapres jadi daya jual dalam berpolitik di RI
Baca juga: BRIN: Kesalehan capres-cawapres jadi daya jual dalam berpolitik di RI
"Kesalehan Islam dijadikan alat untuk merayu para aktor politik melakukan komodifikasi keislaman mereka atau kesalehan mereka untuk mendapatkan dampak elektoral dalam kontestasi politik atau pemilu," ujarnya.
Kesalehan Islam itu terjadi di Indonesia karena ada dua struktur. Pertama, struktur demografi di Indonesia yang mayoritas masyarakat Muslim dengan jumlah 87 persen, dan kedua adalah Indonesia menganut demokrasi, baik demokrasi pada sistem maupun demokrasi sebagai nilai-nilai. Demokrasi sebagai sistem, Indonesia menyelenggarakan secara periodik pemilu.
Karman mengemukakan bahwa aktor politik harus melakukan berbagai upaya yang mengakomodir struktur masyarakat Indonesia yang sebagian besar Islam, namun juga bagaimana bisa memenangkan kontenstasi pemilihan umum untuk mendapatkan suara dari para pemilih.
"Di situlah muncul berbagai upaya dalam bentuk komodifikasi. Komodifikasi yang nilai-nilai keislaman dengan nilai-nilai kesalehan," katanya.
Praktik komodifikasi dilakukan dengan cara memproduksi konten-konten kesalehan di dalam media, termasuk media sosial, sehingga pesan-pesan yang ada di media sosial milik para aktor politik justru menggambarkan praktik komodifikasi.
Baca juga: Peneliti: Penggunaan hak suara tentukan masa depan generasi penerus
Baca juga: Peneliti: Penggunaan hak suara tentukan masa depan generasi penerus
"Di satu sisi, para aktor politik ingin menyampaikan pesan-pesan politik merayu para pemilih untuk memberikan dukungan politik kepada pemilihan suara. Di sisi lain, mereka melakukan ekspresi kesalehan mereka," ujarnya.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024