Jakarta (ANTARA News) - Pengamat benda-benda purbakala Aryo PS Djojohadikusumo menyatakan bahwa peninggalan sejarah bukan hanya menceritakan perjalanan bangsa melainkan juga menggambarkan jati diri dan harga diri sebuah bangsa.
"Kehilangan benda bersejarah bagi Indonesia seperti orang yang lupa asal-usul," kata Aryo di Jakarta, Senin, mengenai kasus hilangnya sejumlah artefak dari Museum Nasional.
Aryo yang juga Ketua Yayasaan Arsari Djojohadikusumo menyatakan siap membeli empat buah artefak peninggalan Kerajaan Majapahit dan Matraman yang hilang di Museum Nasional untuk dikembalikan kepada negara.
Ia mengatakan mengembalikan artefak tersebut merupakan suatu keharusan demi menghargai sejarah kerajaan-kerajaan yang kemudian menjadi bangsa Indonesia.
Ia meminta Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih ketat mengamankan benda-benda yang masuk dalam kategori artefak maupun cagar budaya.
"Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala juga harus memasukkan data secara rutin mengenai benda-benda peninggalan bersejarah supaya database benda bersejarah teridentifikasi dan tercantum dengan benar. Jadi jika ada kehilangan akan langsung teridentifikasi," kata cucu begawan ekonomi Indonesia, Sumitro Djojohadikusumo, tersebut.
Pemerintah, katanya, juga perlu memberikan informasi serta pemahaman dan pengetahuan yang lebih kepada masyarakat sebab masih banyak masyarakat yang hanya melihat nilai ekonomis dari sebuah benda bersejarah tanpa melihat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Sebagai bangsa yang menghargai dan kaya akan peninggalan sejarah, sudah selayaknya perhatian lebih diberikan kepada artefak, cagar budaya serta museum yang ada di Tanah Air. Peninggalan sejarah bukan hanya menceritakan sejarah bangsa, namun menggambarkan jati diri dan harga diri sebuah bangsa.
Ia tidak memungkiri selama ini banyak artefak dan benda kuno asal Indonesia diperjualbelikan di luar negeri bahkan tidak jarang barang yang terbilang antik dan kuno tersebut berakhir di pasar gelap internasional atau di tangan kolektor luar negeri.
"Saya dan keluarga akan membeli artefak dari pencuri itu dan mengembalikannya kepada negara. Ini semata-mata supaya bisa disaksikan dan menjadi kebanggaan bagi anak-anak bangsa kelak," kata Aryo.
Empat artefak yang hilang pada Rabu (11/9) dari Museum Nasional adalah Lempengan Naga yang diperkirakan telah berusia sejak 10 Masehi. Ditemukan di daerah Jalatunda, Jawa Timur, lempengan emas berbentuk naga ini merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Panjangnya 5,6 sentimeter dengan lebar 5 sentimeter.
Lalu, artefak berupa Lempengan Bulan Sabit yang diperkirakan berusia sejak 10 Masehi. Ditemukan di daerah Jalatunda, Jawa Timur, lempengan ini juga merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Berbentuk lempengan bulan sabit dari emas dan di kedua ujungnya ada empat buah ukiran segitiga lancip. Segitiga ini seakan membentuk cakar. Di lempengan ini ada enkripsi jawa kuno yang sudah samar. Panjangnya 8 sentimeter dengan lebar 5,5 sentimeter.
Selain itu, Cepuk, diperkirakan berusia sejak 10 Masehi sebagai peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Berbentuk seperti dandang kecil dengan tutupnya, cepuk ini terbuat dari emas dengan teknik pukul, pembengkokan, dan patri. Permukaannya tidak rata tapi kokoh dan tegak. Ada ukiran yang sudah tipis. Dasarnya agak cembung dengan bibir cepuk tajam dan menghadap ke atas. Tutupnya memiliki pegangan seperti stupa dan berongga. Diameternya 6,5 sentimeter dengan tinggi 6,5 sentimeter.
Kemudian, Lempengan Harihara, diperkirakan sejak 10 Masehi. Dengan panjang 10,5 sentimeter dan lebar 5,5 sentimeter, lempengan ini dibuat dari campuran perak dan emas. Ada relief Harihara yang sedang berdiri di atas teratai ganda. Hirahara digambarkan berkucir ke atas dengan hiasan bunga mekar.
(B009/Z003)
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013