Semarang, (ANTARA News) - Kerusakan hutan yang sangat parah akibat eksploitasi tanpa memerhatikan aspek kelestarian, menyebabkan Indonesia harus menunggu sekitar 120 tahun lagi untuk memulihkan kondisi hutan nasional. Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono kepada pers di Semarang, Senin (7/8) menjelaskan, setiap tahun luas hutan yang terdegradasi mencapai tiga juta hektare dan secara keseluruhan hutan yang mengalami kerusakan saat ini mencapai 59 juta hektare. Sementara itu reboisasi hutan setiap tahun hanya 500.000 hektare, sehingga menurut dia, proses reboisasi baru bisa memulihkan kembali hutan setelah berlangsung 120 tahun. "Itu dengan catatan aparat hukum mampu menekan pembalakan hutan (illegal logging) yang masih saja terus terjadi," katanya. Sejak terus digalakkan operasi penertiban penebangan liar, katanya, banyak perusahaan kayu yang tutup, namun hal itu merupakan konsekuensi dari sebuah pilihan yang akan memberi manfaat lebih besar bagi kehidupan di masa mendatang. "Lebih baik perusahaan-perusahaan kayu itu tutup daripada degradasi hutan nasional terus terjadi. Kita memilih menyelematkan hutan daripada perusahaan-perusahaan itu," kata Suswono seraya menyebutkan saat ini sedang dipersiapkan draf RUU Pembalakan Hutan. Menurut dia, konservasi hutan harus melibatkan masyarakat sekitar, sehingga mereka dapat memperoleh hasil dari hutan tersebut. Ia menjelaskan, Gerakan Rehabilitasi Hutan (Gerhan) yang sudah berlangsung selama ini kurang memberi manfaat bagi masyarakat, sebab program ini cenderung menggunakan pendekatan proyek ketimbang program. "Kalau pendekatan proyek, berarti yang lebih dipentingkan adalah bagaimana memperoleh keuntungan dari adanya kegiatan tersebut, bukan bagaimana melestarikan hutan melalui program rehabilitasi," kata Suswono. Mengenai penilaian terhadap program Gerhan, Suswono mengatakan, ada dua penilaian yang hasilnya berbeda secara signifikan. Kalangan perguruan tinggi menilai program Gerhan mencapai tingkat keberhasilan 70 persen, sedangkan lembaga swadaya masyarakat menilai keberhasilannya hanya 40 persen.(*)
Copyright © ANTARA 2006