Jakarta (ANTARA News) - Rencana kejaksaan untuk kembali menayangkan gambar wajah dan data para koruptor yang dinyatakan buron di televisi (TV) disambut baik oleh sejumlah warga dan mahasiswa di DKI Jakarta, karena dianggap dapat menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. "Memang harus ditampilkan di TV wajah dan datanya, biar masyarakat tahu siapa saja yang korupsi," kata warga Tebet, Jakarta Selatan, Suhendra (29), Minggu (6/8). Menurut dia upaya itu dapat menjadi "shock therapy" bagi oknum lainnya yang melakukan korupsi namun belum ketahuan. Dengan begitu, kejaksaan juga dapat menunjukkan bukti keseriusan dalam memberantas korupsi. Hal senada dikatakan oleh warga Tomang, Jakarta Barat, Sisca (27). Katanya, penayangan para koruptor tidak hanya di satu stasiun TV saja agar seluruh Indonesia bisa mengetahui, karena ini menyangkut reputasi negatif dari koruptor itu. "Semua stasiun TV harus menayangkannya sebab yang dirugikan seluruh negara jadi jangkauan penyiarannya harus mencakup seluruh Indonesia," katanya. Sementara itu menurut seorang tukang ojek, Maryono (50), upaya tersebut hanya merupakan sebagian kecil cara pemberantasan korupsi. "Yang utama itu harus membersihkan aparatnya dulu dari korupsi baru koruptor lainnya. Kalau yang bertugas memberantas koruptor saja masih korupsi gimana bisa tuntas masalahnya," katanya. Beberapa tahun sebelumnya, upaya penayangan wajah koruptor yang buron di TV pernah dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat sekaligus memudahkan pelaporan buronan, namun terhenti karena pro dan kontra yang menyebutkan penyiaran tersebut sebagai pembunuhan karakter. Kalangan mahasiswa merespons positif langkah kejaksaan itu, kendati ada juga yang pesimistis. "Penayangan tersebut cukup efektif untuk menyerang mental si koruptor agar menimbulkan efek jera," kata mahasiswi Magister Hukum, Pascasarjana Universitas Indonesia, Nurmalita. Menurut dia, langkah tersebut juga efektif sebagai sanksi sosial untuk menekan pertumbuhan angka korupsi di Indonesia. "Setidaknya, calon-calon kuroptor atau yang sudah jadi koruptor namun belum tertangkap berfikir dua kali untuk melakukan kesalahan yang bisa membuat malu diri dan keluarganya," katanya. Pendapat senada disampaikan mahasiswi lainnya dari Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti, Melati Aditama yang mengatakan langkah tersebut akan mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pemberantasan korupsi. "Apabila wajah dan informasi tentang si koruptor ditayangkan secara berkala, masyarakat yang sering melihat akan membantu dalam hal pelaporan jika menemukan seseorang yang telah diketahui sebagai koruptor yang kabur," katanya. Sementara itu, mahasiswa dari Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Muhammad mengatakan langkah tersebut tidak akan efektif karena beberapa tahun sebelumnya kejaksaan pernah melakukan hal yang sama, namun tingkat korupsi di Indonesia masih saja merajalela. "Kejaksaan pernah melakukan hal serupa, kalau tidak salah pada zaman orde baru, namun pada kenyataannya tingkat pertumbuhan korupsi tidak berkurang melainkan semakin memprihatinkan," katanya. Menurut dia, langkah yang lebih efektif adalah mempercepat proses peradilan bagi para korutor, agar tidak ada celah bagi para koruptor untuk melarikan diri. "Proses peradilan bagi para koruptor di Indonesia ini terlalu lama, jadi para koruptor yang memang memiliki banyak uang dan akses yang mudah dapat melarikan diri. Harusnya peradilannya tidak terlalu lama, kalau sudah terbukti bersalah, langsung dipenjarakan saja," katanya. Jaksa Agung RI, Abdul Rahman Saleh, usai ceramah "Memberantas Korupsi di Indonesia" yang dibawakan Prof. Dr. Robert Klitgaard di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat Sore (4/8), mengatakan Kejaksaan sedang mengumpulkan data koruptor-koruptor yang dinyatakan buron dan akan menayangkan gambar dan wajah serta informasi riwayat hidup mereka di televisi.
Copyright © ANTARA 2006