Bangui, Republik Afrika Tengah (ANTARA News) - Presiden baru Republik Afrika Tengah Michel Djotodia hari Jumat menyatakan membubarkan kelompok pemberontak Seleka yang menggulingkan pemimpin terdahulu dan mendudukkannya ke tampuk kekuasaan.
Mulai hari ini, kelompok pemberontak Seleka "tidak ada lagi", kata Djotodia, yang dilantik sebagai presiden pada Agustus setelah merebut kekuasan di negara yang dilanda kekerasan itu.
Setelah menggulingkan Francois Bozize dari kekuasaan, aliansi pemberontak Seleka memperoleh pengakuan de fakto dari masyarakat internasional dan dorongan untuk memimpin negara itu melewati masa peralihan yang mengarah pada pemilihan umum dalam waktu 18 bulan.
Presiden keenam dari eks-koloni Prancis itu bertugas memulihkan keamanan di negara miskin tersebut dan memimpinnya selama masa transisi.
Namun, enam bulan setelah penggulingan Bozize, keadaan tetap suram, dengan laporan-laporan mengenai kekerasan, pemerkosaan, rekrutmen prajurit anak dan perluasan senjata, yang membuat Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon menyebut negara itu membutuhkan "perhatian darurat" dunia.
Menurut laporan PBB, gerilyawan Seleka kubu Djotodia yang banyak diantaranya tidak dibayar selama berbulan-bulan disalahkan atas banyaknya kekacauan dan hirarki kelompok itu tidak berbuat banyak untuk menghentikan mereka.
Rabu, kantor presiden mengatakan, hampir 100 orang tewas pekan ini dalam bentrokan dua hari antara pasukan presiden baru Republik Afrika Tengah dan mereka yang setia pada pemimpin terguling Francois Bozize.
"Kami yakin jumlah korban tewas saat ini hampir 100 orang dan sekitar 50 cedera" setelah bentrokan di daerah-daerah barat Bossangoa dan Bouca pada Minggu dan Senin, kata juru bicara presiden Guy-Simplice Kodegue di radio nasional.
Jumlah korban baru itu diumumkan setelah organisasi bantuan Dokter Tanpa Batas (MSF) mengatakan bahwa kelompok-kelompok yang bersaing kubu Bozize dan Djotodia melakukan kekejaman terhadap warga sipil dalam gelombang baru bentrokan yang melanda daerah itu.
MSF mengatakan, kelompok-kelompok itu membunuh sejumlah orang, melakukan eksekusi tanpa persidangan dan membakar rumah-rumah warga selama kekerasan Senin di desa Bouca.
Tidak ada laporan mengenai bentrokan baru pada Rabu di daerah itu, dan menurut sejumlah sumber militer, pendukung Bozize telah menguasai beberapa desa.
Koalisi pemberontak Seleka merebut kekuasaan di Republik Afrika Tengah dalam kudeta yang menggulingkan Presiden Francois Bozize setelah perjanjian perdamaian gagal.
Seleka, yang berarti "aliansi", menandatangani sebuah pakta perdamaian pada 11 Januari dengan pemerintah Presiden Francois Bozize di ibu kota Gabon, Libreville.
Perjanjian yang ditengahi oleh para pemimpin regional itu menetapkan pemerintah baru persatuan nasional, yang telah dibentuk dan dipimpin oleh seorang anggota oposisi, Nicolas Tiangaye, dan mencakup anggota-anggota Seleka.
Perjanjian itu mengakhiri ofensif sebulan Seleka yang dengan cepat menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat intervensi militer Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.
Seleka, sebuah aliansi dari tiga kelompok bersenjata, memulai aksi bersenjata mereka pada 10 Desember dan menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati sebuah perjanjian 2007 yang menetapkan bahwa anggota-anggota yang meletakkan senjata mereka akan dibayar, demikian AFP.
(M014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013