Surabaya (ANTARA News) - LSM Peduli Indonesia menyesalkan pernyataan kontroversial Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, yang meminta pemerintah tidak perlu mencari tersangka dalam kasus meluapnya lumpur panas PT Lapindo Brantas Inc di Porong, Sidoarjo, Jatim. Hal itu ditegaskan Direktur Peduli Indonesia, Syafruddin Ngulma Simeulue, kepada wartawan di Surabaya, Senin, terkait munculnya pernyataan Bagir saat menjadi pembicara kunci pada seminar mediasi dan resolusi konflik di Indonesia yang diselenggarakan IAIN Walisongo Semarang, Kamis (3/8) lalu. "Seharusnya Bagir Manan menyadari bahwa posisinya sebagai pejabat negara, tidak sepantasnya latah bicara sesuatu yang bukan menjadi kewenangannya," katanya. Sebelumnya, Bagir menyatakan pemerintah tidak perlu mencari tersangka kasus meluapnya lumpur panas milik PT Lapindo Brantas, di Sidoarjo, Jawa Timur. "Yang lebih penting adalah mengganti kerugian masyarakat. Setelah ganti rugi diterima masyarakat, maka perkara selesai dan tidak usah dicari tersangkanya," katanya, di Semarang, Kamis (3/8). Menurut Bagir, pemerintah lebih penting memulihkan kondisi korban daripada ribut-ribut mencari tersangka, karena barangkali tidak ada kesengajaan dari PT Lapindo Brantas. "Mungkin ini sebuah kecelakaan saja," katanya. Kebijakan itu, lanjut Bagir, juga perlu diberlakukan pada kasus PT Newmont di Nusa Tenggara Barat beberapa bulan lalu. Dalam kedua kasus tersebut, yang lebih penting masyarakat yang menjadi korban mendapat ganti rugi dari perusahaan, bukan mencari tersangka. Dalam kasus itu, dia menilai penyelesaian perkara adalah dengan mediasi agar tidak ada pihak yang merasa menang dan pihak yang dikalahkan. "Kasus itu harus menggunakan mediasi dan arbitrase untuk menyelesaikan persoalan yang muncul. Kebijakan tersebut sudah banyak diterapkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat," ujarnya. Lebih lanjut, Syafruddin Ngulma mengatakan sebagai pejabat negara (Ketua MA), Bagir Manan seharusnya berusaha keras mendorong terwujudnya kesadaran kritis dan kepastian hukum dalam masyarakat. "Justru pernyataan Bagir lebih tepat dikategorikan sebagai pembodohan, karena dalam undang-undang sudah diatur langkah hukum dalam kasus perusakan dan atau pencemaran lingkungan terdiri dari penegakan hukum pidana, perdata dan administrasi," tegasnya. Upaya penyelesaian melalui mediasi dan arbitrase, lanjut Syafruddin, hanya salah satu alternatif penyelesaian sengketa lingkungan dalam wilayah hukum perdata. "Tidak berlebihan jika kemudian muncul reaksi yang mengatakan statemen Bagir Manan tersebut menyesatkan dan kontra produktif terhadap upaya penegakan hukum yang sudah mulai serius dilakukan oleh kepolisian," tambah Anggota Dewan Eksekutif Nasional Walhi tersebut. Pernyataan kontroversial tersebut juga bisa menjadi awal munculnya kebijakan penyelesaian kasus lingkungan dengan penegakan hukum perdata melalui mekanisme mediasi dan arbitrase. "Jika hal itu terjadi, maka kejahatan lingkungan dan korupsi dipastikan akan semakin subur, karena semua bisa diatur dengan membayar ganti rugi. Padahal sebagian besar tindakan perusakan atau pencemaran lingkungan tidak secara langsung menimbulkan kerugian bagi masyarakat," ujar Syafruddin. Terkait pernyataan tersebut, Peduli Indonesia mendesak DPR dan Komisi Yudisial segera memanggil Bagir Manan untuk memberikan klarifikasi. Selain itu, Bagir Manan harus meminta maaf dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua MA sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. (*)
Copyright © ANTARA 2006