Moskow (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov yang pekan ini menjadi fokus dari upaya global mengatasi konflik Suriah, adalah seorang diplomat ulung yang dihormati sekalipun oleh musuh-musuh Rusia. Dia bahkan menjadi pemerkuat laten kebijakan luar negeri Vladimir Putin.

Lavrov telah menyetir diplomasi Rusia selama hampir satu dekade mengepalai kementerian luar negeri Rusia dan mencerminkan posisi Rusia yang kadang menolak keumuman serta melambangkan kekuatan geopolitik Rusia pada Dewan Keamanan PBB.

Diplomat berpengalaman yang masih energik berusia 63 tahun ini kembali menjadi pusat perhatian manakala Kamis ini bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry di Jenewa untuk mendiskusikan rencana Rusia mengenai penyerahan senjata kimia rezim Suriah dan memupuskan ancaman serangan militer.

Jarang sekali mengungkapkan kehidupan pribadinya atau menyisipkan pendapat pribadinya dalam kebijakan-kebijakan kontroversial, Lavrov kerap digambarkan menyondongkan badannya ke atas meja, melipat kedua tangannya, dan terlihat mengerutkan dahi di balik kacamatanya.

Ekspresinya yang kadang mengancam, berbarengan dengan kebijakan Rusia di Suriah tahun lalu, membuatnya dijuluki "Mr Nyet" (Mister Tidak), yang mirip dengan pendahulunya pada era Perang Dingin di zaman Uni Soviet, Andrei Gromyko.

Lavrov adalah seorang diplomat yang sangat klasik dari abad 20, kata Sergei Karaganov, mantan kepala dewan kebijakan luar negeri Rusia. "Dia memahami dunia modern, namun dia memainkan aturan-aturan lama diplomasi," kata dia.

"Lavrov memperkuat posisi Rusia secara diplomatik, mengingat secara ekonomi dan militer mereka sungguh berada di belakang China dan Amerika Serikat. Kerjanya menutup ketimpangan itu," kata dia.

Seorang sumber diplomatik Barat bahkan menyebut sang menteri sebagai si kasar yang sangat profesional dan tangguh.

"Dia adalah salah seorang profesional terbaik yang dihasilkan diplomasi Rusia. Dia memahami semua mekanisme, prosedur dan dia memainkan itu semua," kata sumber tersebut kepada AFP.

Lahir di Moskow pada1950, Lavrov dikabarkan menyukai fisika selama bersekolah, namun dia malah berkuliah pada sebuah lembaga terkemuka diplomasi Soviet, yaitu Institut Hubungan Internasional Moskow (Mgimo) di mana dia mempelajari bahasa Sinhala, sebelum memulai karir diplomatiknya di Sri Lanka.

Menghabiskan waktu 15 tahun di markas PBB di New York di mana anak perempuannya berkuliah di Universitas Columbia, Lavrov juga sangat nyaman dengan lingkungan Barat.

Kendati Lavrov hanya berbahasa Rusia selama jumpa pers ketika konflik Suriah menjadi tak terkendali tahun lalu, dia tampil pada acara televisi Charlie Rose Show selama hampir satu jam mempertahankan kebijakan Kremlin dengan bahasa Inggris yang fasih sekali.

Dia pembela para perokok yang mengajukan petisi melawan larangan merokok di gedung PBB.

Peminum whiskey ini adalah ironi di tengah jajaran anggota kabinet dan para mantan pejabat keamanan dalam lingkaran dalam Putin yang umumnya tak suka humor.

Dia mengaku dalam sebuah acara bincang-bincang di Rusia bahwa dia ingin belajar bahasa Prancis dan Arab semasa awal kuliah dulu, tapi malah masuk kelas dengan jumlah mahasiswa paling sedikit di kelas bahasa Sinhala.

Ketika host selebritis Ivan Urgant menyiarkan klip video sang menteri menyaksikan sejumlah orang menyelenggarakan seremoni berpakaian adat pada kunjungan diplomatik ke Fiji, dia berkata, "Saya berharap mereka tidak memakan saya," diiringi tawa kerasnya sampai-sampai air matanya pun keluar.

Kendati para sekutu dan musuh mungkin menghormati profesionalismenya, Lavrov benar-benar takluk di bawah kekuasaan vertikal Putin dan tunduk pada garis kibijakan Kremlin ketimbang melaksanakan kebijakan luar negerinya, kata seorang koleganya.

"Meskipun dia tak diragukan lagi merupakan orang yang kreatif yang memiliki sudah pandangnya sendiri, dia senantiasa menuruti arahan yang diberikan kepemimpinan negara," kata Georgy Kunadze, mantan duta besar dan wakil menteri luar negeri.

Ketika Februari lalu ditanya apa maknanya menjadi seorang diplomat, Lavrov menjawab maknanya adalah menjadi terpelajar, berdedikasi kepada negara, dan bisa memahami psikologi orang lain.

Setelah sekali menempati pos di PBB, Lavrov bekerja di bawah menteri luar negeri Andrei Kozyrev yang reformis ketika Uni Soviet pecah.

Dia menjadi wakil menteri luar negeri pada 1992 namun meninggalkannya untuk bertugas kembali di New York pada 1994 sebagai wakil tetap Rusia di PBB.

Pada 2004, Presiden Putin mengangkat Lavrov sebagai menteri luar negeri, menggantikan Igor Ivanov yang ditunjuk Boris Yeltsin.

Sejak itu Lavrov menjadi suara Rusia selama pasang surut hubungan AS-Rusia, yaitu perang singkat 2008 di Georgia, meningkatnya kritik Barat atas masalah HAM di negeri itu, pemberangusan oposisi, dan pelarangan adopsi warga Rusia oleh orang asing.

Untuk urusan yang terakhir Lavrov turut mengkritiknya, namun itu sebelum Putin mengumumkan dukungannya pada pelarangan adopsi.

Sejak itu, sang menteri luar negeri menghindari terlihat berbeda menyangkut UU itu, bahkan ketika ditanyai mengenai pendapat pribadinya mengenai hal itu.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013