Jakarta (ANTARA) - Spesialis Onkologi Radiasi RS Persahabatan dr. Yuki Andrianto menyebut bahwa radioterapi atau terapi radiasi adalah terapi khusus untuk mengobati kanker dengan cara menghancurkan sel-sel ganas dengan sinar.
"Sebenarnya bukan hanya kanker saja, bisa juga pada keadaan tumor. Tapi memang paling banyak digunakan untuk sel kanker, tujuannya adalah membunuh sel keganasan. Bisa untuk dikombinasi dengan kemo atau misalnya dilakukan setelah operasi atau dilakukan setelah kemoterapi atau kombinasi dengan terapi yang lain," ujarnya dalam siaran berjudul "Yang Harus Diketahui Tentang Radioterapi" yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Yuki menyebut bahwa terapi radiasi merupakan sebuah terapi yang sudah memiliki petunjuk atau guideline secara global dan sudah digunakan di hampir 50 persen kasus keganasan. Dia mengatakan, penelitian menunjukkan bahwa radiasi tersebut dapat mengontrol dan membunuh sel-sel ganas.
Dia menjelaskan bahwa proses radioterapi adalah dengan cara memberikan radiasi pengion menggunakan alat bernama linear accelerator ke area sel kanker itu berada.
"Misalnya payudara di daerah operasinya, atau misalnya ada massa payudara, atau misalnya kanker leher rahim di daerah pinggulnya yang memang berada leher rahim tersebut," katanya.
Adapun prosedur yang perlu ditempuh, ujarnya, yaitu diawali dengan permintaan dari dokter-dokter onkologi. Misalnya, permintaan radiasi untuk mengobati kanker rahim dikirimkan dari dokter ginekologi-onkologi.
Kemudian, ujarnya, melakukan konsultasi untuk mengetahui riwayat penyakit pasien serta mendapatkan gambaran hasil kesehatan, seperti hasil patologi anatomi, kemudian CT scan atau MRI, untuk menentukan dosis radiasi yang perlu diberikan.
Baca juga: Dokter paparkan sejumlah faktor penyebab kanker laring
Baca juga: Istana Buckingham umumkan Raja Inggris Charles III didiagnosis kanker
Yuki mengatakan, setelah konsultasi kemudian tujuan radioterapi ditentukan, semisal kuratif atau penyembuhan, atau pencegahan, misalnya pada kasus kanker paru yang berisiko menyebar ke otak.
"Setelah kita tentukan tujuannya apa, terus kemudian apakah ada indikasi atau tidak, baru kita lanjut proses yang kedua adalah proses CT simulator. CT simulator atau disebutnya penggambaran," ujarnya.
Kemudian, ujarnya, dokter akan melakukan proses penggambaran melalui komputer untuk menentukan targetnya, yaitu sel kanker tersebut, serta memetakan organ-organ sekitar yang berisiko terkena radiasi, serta seberapa luas kanker itu berisiko untuk meluas, dan menghitung dosis radioterapi yang akan kita berikan pada area tersebut sesuai dengan gambaran tadi.
"Kemudian tentukan arah sinarnya dari mana saja, dan harapannya adalah sel keganasannya dapat dosis maksimal, dan yang kedua adalah organ-organ sekitar kankernya itu mendapatkan dosis yang lebih rendah, Harapannya agar massanya terbunuh secara maksimal dan juga efek sampingnya lebih rendah," ujarnya.
Dia menjelaskan, perlu waktu hingga tiga minggu, tergantung kesulitan kasusnya, antara proses penggambaran hingga radiasi.
Yuki menambahkan, terdapat efek samping dari prosedur tersebut, semisal kulit kemerahan, serta rasa lelah karena sel-sel yang mati, termasuk sel yang normal. Selain itu, efek sampingnya pada darah antara lain hemoglobin, trombosit, serta sel darah putih yang menurun.
Dia menjelaskan, apabila terdapat penurunan hingga kondisi lebih rendah dari sejumlah parameter tertentu, maka mereka akan mengurangi radiasinya, karena apabila diteruskan, dapat menjadi fatal.
Baca juga: Menkes: Deteksi dini beri peluang sembuh dari kanker hingga 90 persen
Baca juga: Wamenkes: Hari Kanker Sedunia tingkatkan kesadaran bahaya kanker
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024