Mobil-mobil omprengan berpelat hitam itu sebetulnya ilegalJakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menghilangkan angkutan omprengan atau kendaraan umum dengan pelat hitam yang banyak beroperasi di Ibukota.
"Mobil-mobil omprengan berpelat hitam itu sebetulnya ilegal. Jadi, akan kita bersihkan semuanya. Tidak boleh ada lagi di Jakarta," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu.
Selain keberadaannya yang dianggap ilegal, menurut Basuki, omprengan pelat hitam tersebut juga membuat rugi perusahaan angkutan umum yang resmi, atau berpelat kuning.
Meskipun demikian, dia mengaku pihaknya belum dapat mengambil langkah nyata untuk menghilangkan keberadaan kendaraan tersebut karena angkutan umum di Jakarta masih kurang.
"Kita akui jumlah angkutan umum saat ini di Ibukota masih kurang. Makanya, kita juga tidak bisa tergesa-gesa menghilangkan omprengan pelat hitam tersebut," ujar Basuki.
Oleh karena itu, dia menuturkan sampai dengan saat ini, Pemprov DKI masih berupaya merealisasikan rencana pengadaan 1.000 unit bus sedang serta penambahan armada bus TransJakarta.
"Apalagi, tahun depan kita akan mulai menggunakan e-katalog (katalog elektronik). Saat itu, kita akan beli lebih banyak lagi armada angkutan umum. Kalau sudah cukup banyak, lama-kelamaan juga omprengan pelat hitam itu menghilang dengan sendirinya," tambah Basuki.
Basuki menilai keberadaan angkutan pelat hitam bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam UU tersebut, tercantum bahwa seluruh angkutan umum, termasuk travel, wajib memiliki izin usaha dan menggunakan pelat kuning.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, terdapat sekitar 30 angkutan umum pelat hitam yang beroperasi setiap hari di setiap lokasi, di antaranya Bendungan Hilir, Daan Mogot, Cawang, dan sebagainya.
Bila dihitung secara keseluruhan, maka ada ratusan unit omprengan pelat hitam yang beroperasi di Jakarta setiap hari.
Pewarta: Rr Cornea Khairany
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2013