Washington (ANTARA News) - Pemerintah AS menepis tuduhan terjebak dalam cara keliru menghindarkan serangan militer ke Suriah dengan mengatakan gagasan menyita senjata kimia telah dibincangkan selama berbulan-bulan.
Para pejabat AS terkejut ketika dalam jumpa pers di London, Menteri Luar Negeri John Kerry mengungkapkan bahwa serangan ke Suriah bisa dihindarkan jika Damaskus menyerahkan senjata kimia ke pengawasan internasional.
Pernyataan Kerry ini menjadi badai, namun mendapat dukungan luas dunia dan menjadi dasar bagi Rusia untuk mengajukan proposal solusi dengan dukungan Suriah.
Keputusan Kerry itu menimbulkan pertanyaan apakah itu kesalahan Kerry atau bagian dari upaya pemerintahan Presiden Barack Obama untuk menghindari kemugkinan tak berhasil mendapatkan dukungan Kongres dalam serangan militer ke Suriah yang di AS sendiri tak populer.
"Sejak awal tujuan kami adalah menyita arsenal senjata kimia di Suriah," tegas seorang pejabat Washington seperti dikutip AFP.
"Yang diumumkan Rusia itu adalah hasil perundingan dan pembicaraan berbulan-bulan antara Presiden Obama dan (Vladimir) Putin, serta Menteri Kerry dan Menteri Lavrov, mengenai peran Rusia yang bisa dimainkan dalam menyita senjata kimia," kata sang pejabat yang meminta namanya dirahasiakan.
Gagasan itu pertama kali didiskusikan pada KTT G20 di Los Cabos, Mexico, setahun lalu oleh Obama dan Putin, kendati kemudian tidak disepakati kedua belah pihak, sambung si pejabat.
Kerry menyegarkan rencana ini selama kunjungannya ke Moskow Mei lalu ketika berbicara dengan Lavrov mengenai tiruan model penyelesaian nuklir Libya pada 2003.
Baik Obama maupun Kerry memandang langkah ini sebagai sama-sama menguntungkan, kendati menghadapi masalah logistik mengenai bagaimana membawa 1.000 unsur senjata kimia berada di bawah pengawasan internasional.
Pada KTT G20 pekan lalu di Saint Petersburg, Putin menghidupkan kembali ide ini ke tingkat internasional dan Obama sepakat usulan itu menjadi jalan untuk bekerjasama, kata pejabat tersebut.
"Inilah untuk pertama kalinya Rusia menunjukkan keseriusan untuk menyelesaikan soal ini sekarang dan keinginan untuk menghadirkan sebuah proposal bersama yang sungguh-sungguh," kata dia. "Kini bola berada di tangan mereka (Rusia)".
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013