Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi menilai suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) perlu dinaikkan lagi sebesar 50 basis poin menjadi 7,5 persen untuk menyokong nilai tukar rupiah.
"Perlu untuk menstabilkan rupiah untuk sementara karena nanti tekanan ke `imported inflation` itu akan lebih berbahaya," katanya usai diskusi yang bertajuk "Indonesia-A primer on the Balance of Payments" di Jakarta, Selasa.
Eric mengatakan kebijakan tersebut bisa diberlakukan sementara karena jika kondisi perekonomian sudah terkendali, suku bunga bisa diturunkan lagi.
"Nanti kalau defisit neraca transaksi berjalan mengecil, BI bisa `memangkas` suku bunga lagi," katanya.
Dia mengatakan kenaikan tersebut bersifat gradual atau bertahap, dengan dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin.
"Sambil melihat perkembangan nilai tukar dan kalau pertumbuhan membaik kan tidak perlu dinaikkan lagi," katanya.
Dia menilai penaikan BI Rate tersebut efektif untuk mengendalikan inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan, meski berdampak kepada melambatnya kredit perbankan.
Eric memperkirakan kenaikan BI Rate ke level itu dapat menurunkan kredit perbankan menjadi 17-18 persen dari 23 persen pada 2012.
"Kebijakan BI kan sifatnya `tightening` (pengetatan), jadi untuk kredit pembelian KPR, rumah kedua, ketiga juga melambat," katanya.
Dia juga menjelaskan dampak kenaikan BI Rate akan berpengaruh kepada "interest margin" (pendapatan bunga) dan "non performing loan" (NPL).
"NPL isa naik, tetapi di sisi lain dalam jangka panjang perbankan kita justru `direm`, keuangan kita akan sehat, bank tidak gegabah memberikan `landing," katanya.
Dia juga menyebutkan sektor pertambangan yang sudah terlihat terkena dampak kenaikan suku bunga, namun dipicu juga oleh kebutuhan impor.
"Tetapi, sektor perbankan kita sudah teregulasi dibandingkan tahun 1997-1998, kalaupun ada kenaikkan NPL, saya rasa tidak akan tajam," katanya.
Hal sama juga dikatakan Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan yang menilai sektor riil yang paling terkena dampak kenaikan BI Rate.
"Sektor riil memang akan `pahit`, tetapi nanti rupiah tidak terdepresiasi, cadangan devisa bisa diselamatkan dan likuiditas tidak `kering`," katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013