Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Mathla'ul Anwar KH. Embay Mulya Syarif mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai ajang pesta demokrasi yang aman, adil, lancar, dan damai, serta mengingatkan beda pilihan politik tidak boleh menimbulkan perpecahan.
“Masyarakat harus ingat bahwa perbedaan pilihan politik adalah hal yang wajar dalam demokrasi. Kita tidak perlu terpecah belah hanya karena berbeda pilihan. Fanatisme politik yang berlebihan harus dihindari agar tidak memicu konflik,” kata Kiai Embay dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin.
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam merawat persatuan di tengah keragaman. Kiai Embay mencontohkan Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW sebagai panduan bagi masyarakat Madinah yang multikultural. Piagam Madinah menjadi bukti bahwa perbedaan bisa disatukan dengan kesepakatan dan toleransi.
Indonesia juga memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang dianalogikan Embay sebagai "Piagam Madinah versi Indonesia." Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa untuk menyatukan bangsa yang beragam.
“Artinya, mengingkari Pancasila sama dengan mengingkari kesepakatan yang telah menyatukan bangsa ini,” tuturnya.
Untuk itu, Embay mengimbau para politisi untuk tidak menggunakan politik identitas dan ujaran kebencian demi meraih kekuasaan. Politik yang sehat harus mengedepankan persatuan dan kemajuan bangsa.
“Demi merawat persatuan Indonesia, kita harus kembali memahami bahwa bangsa ini berasal dari 200 kerajaan lebih yang terpisah-pisah di 17.000 pulau. Walaupun Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah dan ribuan suku, kita tetap bisa bersatu. Kepada semua politisi, janganlah sampai nikmat Allah yang berupa kebhinekaan dan persatuan bangsa ini dinodai hanya karena mendahulukan kepentingan politiknya. Jangan sampai ada dari kita yang menyebarkan kebencian yang sengaja dilakukan untuk memecah belah bangsa ini,” tegasnya.
Kiai Embay menilai bahwa tokoh agama dan tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam menyebarkan pesan damai dan persatuan kepada masyarakat. Ia juga mengajak para ulama dan tokoh agama untuk aktif menyampaikan nilai-nilai toleransi dan kebangsaan kepada umat.
Ketua Forum Pembaruan Pembaruan Kebangsaan Provinsi Banten ini mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan persatuan dan toleransi. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat melewati kontestasi politik dengan damai dan meraih kemajuan bersama.
Dia pun mengajak segenap bangsa Indonesia untuk bisa mengapresiasi negaranya sendiri. Mengambil perbandingan dari peradaban Bangsa Arab, yang dikenal sebagai bangsa yang sulit untuk disatukan, hingga kemudian terpecah menjadi beberapa negara yang berdiri sendiri.
“Diutusnya Rasulullah kepada Bangsa Arab kala itu membawa perubahan yang sangat signifikan. Dalam tempo 20 tahun, yang terbilang singkat untuk mengubah suatu peradaban, Rasulullah bisa menyatukan bangsa Arab yang terpecah belah dengan kebiasaan mereka berperang antar suku, menjadi satu negara yaitu negara Madinah. Hal ini diawali dengan hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah dan membuat 5 kesepakatan, yaitu disebut dengan Misak Madinah atau Piagam Madinah,” ujarnya.
Dari beberapa poin Piagam Madinah antara lain menyebutkan bahwa Rasulullah mempersaudarakan pendatang dan penduduk asli yaitu Muhajirin dan Anshar. Kemudian Rasulullah juga menyatukan Arab dengan non-Arab, contohnya Suhaib al-Rumi yang asalnya Romawi, dan ada Salman al-Farisi yang asalnya dari Persia serta lainnya.
Piagam Madinah juga berperan dalam menyatukan Muslim dan non-Muslim. Di dalamnya tertulis bahwa semua pemeluk agama berhak menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Kemudian Rasulullah juga menyatakan bahwa seluruh manusia di muka bumi adalah saudara seketurunan dari Nabi Adam ‘Alaihissalam, yang Allah ciptakan tanpa ayah tanpa ibu.
“Alhamdulillah dengan adanya Misak atau Piagam Madinah, bangsa Arab yang semula terpecah akibat seringnya perang suku karena lebih mengutamakan kesukuannya, kemudian mereka bisa bersatu menjadi sebuah negara yang bernama Daulah Madinah,” imbuh Kiai Embay.
Dirinya mengingatkan bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Maka dari itu, seluruh anak bangsa harus bisa menerima perbedaan itu. Islam sendiri mengajarkan untuk saling menghormati terhadap perbedaan apapun selama tidak bertentangan dengan aturan agama dan aturan negara.
Menurutnya, jika merawat keutuhan bangsa itu tidak hanya menghargai jerih payah para pejuang terdahulu dalam menggapai kemerdekaan, namun juga berarti bisa mengambil contoh dari Rasulullah SAW dalam mematuhi kesepakatan bernegara yang telah dibuat sebelumnya.
Mengakhiri penjelasannya, Kiai Embay pun berpesan, masyarakat perlu diingatkan bahwa perbedaan pilihan politik bukanlah alasan untuk berpecah belah. Persatuan dan toleransi adalah kunci untuk menjaga keutuhan bangsa.
“Pemilu 2024 yang dilakukan secara serentak ini merupakan upacara atau acara ritual bangsa Indonesia setiap 5 tahun sekali. Kita cukup laksanakan dengan tenang, senang, dan tidak perlu ada ribut gara-gara beda pilihan. Makanya itulah pentingnya menjaga kesepakatan yang namanya Pancasila,” tuturnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menerima pendaftaran tiga bakal pasangan capres-cawapres, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Masa kampanye pemilu ditetapkan mulai tanggal 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, sementara pemungutan suara dijadwalkan pada tanggal 14 Februari 2024.
Baca juga: Wapres: Jangan sampai terjadi permusuhan meski berbeda pilihan capres
Baca juga: MUI: Beda pilihan politik tak boleh rusak kerukunan
Baca juga: Pilihan politik boleh beda tapi harus tetap damai
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024