"Para buruh dari Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik dan Mojokerto itu tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur," kata juru bicara KSPI Jatim Jamaluddin, Selasa.
Dalam aksi ke Gedung Negara Grahadi itu, ribuan buruh akan mengajak para kepala daerah mulai gubernur hingga bupati dan walikota, menolak Inpres Upah Murah itu.
"Tuntutan tambahan adalah dijalankannya jaminan kesehatan nasional untuk buruh dan rakyat dan dihapuskannya sistem outsourcing (alih daya)," katanya.
Ia menegaskan menentang Instruksi Presiden tentang Upah Minimum sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian dan Menakertrans, karena kesejahteraan kaum buruh masih minim.
Dalam Inpres Upah Minimum itu, pemerintah akan membuat formula baru upah minimum dengan perhitungan berbasiskan tingkat inflasi ditambah X persen yang akan ditentukan melalui mekanisme tripartit dan akan berlaku bagi kelompok industri padat modal, padat karya dan UKM.
"Untuk tahun 2014, batasan kenaikan upah minimum adalah sebesar inflasi dengan batas atas maksimal 10 persen di atas inflasi tahunan untuk industri besar, sedangkan untuk industri padat karya dan UKM maksimal 5 persen," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menolak keras Inpres Upah Minimum itu karena justru memposisikan pemerintah pusat sebagai "broker" pengupahan dalam Rezim Upah Murah yang akan memiskinkan kaum buruh secara terstruktur dan sistematis melalui sentralisasi kebijakan upah minimum yang rendah.
"Inpres itu juga inkonstitusional, karena amanat UUD 1945 tentang paradigma kebijakan pengupahan adalah upah layak sehingga Inpres Upah Murah melanggar Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945," katanya.
KSPI mendesak Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang upah yang menjamin kesejahteraan buruh dan keluarganya seperti yang diamanatkan UU 13/2013 pasal 97, kemudian DPR juga berinisiasi menerbitkan UU tentang Sistem Pengupahan Nasional.
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013