Jakarta (ANTARA News) - Penerapan kode bangunan (building code) di Jakarta belum mengacu pada informasi karakteristik lahan dan batuan di bawahnya, dengan demikian ahli sipil yang membangun gedung tidak bisa mengukur secara optimal sesuai kondisi kegempaan. "Seorang ahli sipil seharusnya memiliki informasi tepat tentang lahan yang bakal didirikan bangunan, apakah batuan stabil seperti di Jakarta Selatan, atau labil seperti di Jakarta Utara, sehingga bisa dibangun gedung yang benar-benar memenuhi standar kelayakan gempa," kata anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Moh Soffian Hadi di Jakarta, kemarin. Departemen Pekerjaan Umumlah yang seharusnya membuat kode-kode tersebut berdasarkan informasi ahli geologi. Dengan demikian kode bangunan di setiap zone di Jakarta diterapkan dengan tepat dan tidak asal generalisasi saja seperti saat ini, katanya. Ia mengakui, Wagub DKI Jakarta Fauzi Bowo sudah menegaskan, bahwa semua bangunan di Jakarta yang memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah memenuhi standar keselamatan terhadap gempa. Namun demikian jika kode bangunannya tidak tepat, maka bangunan yang didirikan di atasnya menjadi tak sesuai dengan jenis lahan di bawahnya dan akhirnya tak bisa menjamin keselamatan penghuninya. Soffian mengatakan, di negara maju, terutama bangunan yang berisiko tinggi, blue print disainnya harus diuji kelayakannya, ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Indonesia selama ini, ujarnya, tidak memiliki pemetaan jenis lahan dengan detil, bahkan untuk penentuan zonasi saja belum sepakat, misalnya Surabaya, Jakarta dan Singaraja berada di busur belakang subduction zone di mana palung selatan samudra Hindia merupakan awal penujaman. Tulungagung, Pelabuhan Ratu dan Denpasar sebagai fore arc, kota Malang, Danau Batur, Bandung sebagai inner arc dan Surabaya sebagai back arc, ujarnya. "Mestinya building code untuk daerah Tulungagung dipersiapkan paling ketat karena berada pada jarak paling dekat dengan pusat gempa dengan batuan paling tipis, sedang Surabaya relatif aman karena berada di bagian belakang tabrakan lempeng benua Eurasia versus lempeng samudera Austroindia yang menujam ke Eurasia," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006