Kupang (ANTARA) - Dominikus da Silva (56) duduk santai di gubuk miliknya sambil memandangi area perkebunannya yang sudah ditanami jagung serta beberapa tanaman palawija lainnya.
Sesekali warga Desa Silawan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, ini meneguk air putih untuk mengusir rasa haus. Maklum, desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Timor Leste, Senin (29/1) siang itu, sangat terik, meski jarum jam baru menunjuk pukul 10.00 WITA.
Selain air putih, ada juga singkong goreng dan singkong rebus yang ditemani sambal khas masyarakat di NTT yang pedasnya bikin ketagihan bagi yang menikmatinya.
"Seberang itu adalah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste," ceritanya sambil menunjuk ke arah sungai yang menjadi pembatas wilayah perbatasan Indonesia dengan negara yang pernah menjadi bagian dari Indonesia tersebut.
Dominikus adalah warga Desa Silawan yang memilih bergabung dengan Indonesia setelah Timor Leste resmi melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia telah tinggal di desa itu sejak tahun 1999.
Kecintaannya terhadap Indonesia itu jugalah yang membuat dirinya selalu mengabdi kepada negara walaupun hanya menjadi seorang petani. Dia juga tidak pernah absen untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi guna memilih Presiden dan Wakil Presiden serta anggota legislatif.
Baginya menjadi pemilih dalam pesta demokrasi merupakan hal yang membanggakan, karena satu suara bisa berpengaruh untuk Indonesia lima tahun Indonesia ke depan. Meninggalkan lahan pertanian untuk mencoblos, menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS), juga tidak akan membuat hasil pertaniannya gagal.
"Di TPS ketemu dengan banyak orang dengan nurani masing-masing memilih calon pemimpinnya," katanya sambil mengunyah ubi goreng yang sudah disiapkan istrinya.
Pria paruh baya itu kemudian bercerita bahwa dia tidak mengerti media sosial, namun dia sering memperoleh informasi dari rekan-rekannya. "Orang seperti kami di desa itu mau mengerti apa. Ada informasi datang, kami langsung dengar dan terima begitu saja," ucapnya.
Namun begitu, belajar dari pengalaman, Dominikus dan warga setempat sudah sepakat untuk tidak termakan berbagai informasi yang dapat memecah belah kerukunan masyarakat di desa tersebut.
"Bagi saya dan teman-teman intinya pemilu berjalan aman dan damai, tidak ada aksi-aksi atau saling membenci di antara kita. Apalagi di daerah perbatasan seperti ini," ujar dia seraya mengingat pahitnya ketika Timor Leste lepas dari Indonesia.
Ajakan Pemilu Damai
Mengawal terlaksananya pemilu di wilayah yang berbatasan Indonesia - Timor Leste cukup menantang dan dinamis. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan di Kabupaten Belu telah bersepakat bersama-sama akan mengawal terlaksananya pemilu yang aman dan damai di kawasan perbatasan.
Pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 untuk memilih calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota, dijadwalkan akan dilangsungkan pada 14 Februari 2024, atau tinggal menghitung hari lagi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu mencatat jumlah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 mencapai 161.304 orang.
Tingkat partisipasi pemilih pada pemilu di daerah itu diharapkan bisa mencapai angka 80 hingga 90 persen, atau meningkat jika dibandingkan dengan Pemilu lima tahun sebelumnya yang tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 73 persen dari jumlah yang terdaftar di DPT.
Untuk terwujudnya pemilu damai di wilayah perbatasan, Komisioner KPU Belu Dr. Herlince Asa mengemukakan bahwa KPU intens menyosialisasikan pelaksanaan pemilu damai di masyarakat dan mengajak seluruh pemangku kepentingan bersama-sama menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif.
Dalam mewujudkan pemilu damai, masyarakat harus menggunakan hak pilihnya secara bijak dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakat diminta mewaspadai berita hoaks dan ujaran kebencian, karena berita hoaks dan ujaran kebencian dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Masyarakat juga berkewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama pemilu berlangsung. Masyarakat dapat melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang jika melihat adanya pelanggaran pemilu.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Belu dan aparat keamanan, kepolisian di daerah itu telah memetakan pula wilayah yang rawan terjadinya pelanggaran pemilu, di antaranya akibat kepemilikan kewarganegaraan ganda oleh warga Timor Leste, khususnya di kecamatan atau desa yang hanya dibatasi oleh sungai.
Bawaslu sudah berkoordinasi dengan pihak keamanan terkait seperti Satgas Pamtas RI - RDTL untuk membantu mengawal sejumlah pintu-pintu masuk atau jalan tikus yang dapat menjadi jalur masuknya pihak-pihak yang ingin mengacaukan pelaksanaan pemilu di Indonesia yang aman dan damai.
Komandan Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Timur Yonif 742/SWY, Mayor Inf Trijuang Danarjati ketika dihubungi di Pos Mota Ain, Senin (29/1), menyebut di wilayahnya terdapat kurang lebih 20 pos dengan sejumlah personel yang bertugas menjaga masuknya para pelintas batas ilegal.
"Patroli kita tingkatkan dan kewaspadaan juga ditingkatkan di sejumlah pos perbatasan serta di seluruh jalur perbatasan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste," ujar dia.
Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak juga mengungkapkan bahwa untuk menjaga situasi kondusif di kawasan perbatasan aparat kepolisian setempat terus meningkatkan patroli keamanan dari semula sebulan empat kali, kini setiap hari dilakukan patroli.
Sebagai garda terdepan, masyarakat di Kabupaten Belu harus bisa menunjukkan bahwa walaupun berbatasan dengan Timor Leste, pelaksanaan pemilu tetap berjalan damai dan lancar tanpa ada gangguan apapun.
"Tunjukkan bahwa kita di wilayah perbatasan ini bisa menjaga serta mengawal terlaksananya pemilu damai," ucap Vikaris Jenderal Keuskupan Atambua Pater Vincencius Wun, SVD, menandaskan.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024